digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Karakteristik dan dampak vorteks selain dari Borneo Vorteks (BV) cukup penting untuk dikaji, mengingat wilayah pertumbuhan vorteks yang berasosiasi dengan wilayah monsoon trough dan Mesoscale Convective Vortices (MCV) sehingga diperkirakan masih terdapat vorteks – vorteks lain yang berkembang di Benua Maritim Indonesia (BMI). Aktivitas vorteks ini juga mempunyai pengaruh siginifikan dalam pengingkatan dan penurunan konvektifitas di wilayah BMI. Kajian mengenai karakteristik dan dampak dari vorteks yang sedang dikaji ini menggunakan data angin permukaan Cross-Calibrated Multi Platform (CCMP), data estimasi curah hujan Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) periode 2005/ 2006 hingga 2009/2010 (5 tahun). Kemunculan vorteks di BMI diidentifikasi menggunakan algoritma yang menggabungkan nilai anomali vortisitas relatif dan vektor angin, dimana nilai vortisitas relatif dihitung dari angin zonal(komponen u) dan meridional (komponen v). Studi kasus banjir Jakarta tahun 1-2 Februari 2007, menunjukkan bahwa performa dari metode ini sudah cukup obyektif dalam mengidentifikasi vorteks, gangguan sinoptik di Samudera Hindia bagian timur ini juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan curah hujan di wilayah tersebut, dan adanya peningkatan angin meredional utara yang tegak lurus terhadap wilayah Jawa yang menjadi salah satu pemicu peningkatan awan-awan konvektif di wilayah Jakarta. Dengan menggunakan data yang lebih panjang pada periode 2005/2006 – 2009/2010 teridentifikasi 608 sistem vorteks yang terdistribusi secara spasial di enam wilayah utama, Samudera Hindia bagian timur (wilayah I dan II), Laut Cina Selatan (wilayah III)), Samudera Hindia selatan Jawa (wilayah IV), Samudera Pasifik utara Papua (wilayah V) dan Laut Arafura (wilayah VI). Secara umum karakteristik vorteks di BBU mempunyai arah gerak Barat Laut – Utara, sedangkan BBS arah pergerakannya Selatan – Barat. Dari ke-enam daerah yang disebut diatas Samudera Hindia bagian timur mempunyai frekuensi kejadian yang paling tinggi dan mencapai maksimum pada periode DJF. Aktivitas vorteks di Samudera Hindia bagian timur pada periode DJF memberikan pengaruh yang lebih siginifikan terhadap distribusi hujan, jika dibandingkan dengan Borneo vorteks, terutama pada saat terjadi vorteks yang bersamaan di Samudera Hindia timur bagian utara dan selatan (“twin vortices”).