digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kegiatan Pembangunan yang terus meningkat khususnya di wilayah perkotaan menyebabkan semakin terbatasnya ruang tanah untuk dapat memenuhi segala kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam. Hal ini menyebabkan orientasi pembangunan mengarah secara vertikal pada pemanfaatan ruang baik diatas maupun dibawah permukaan tanah. Atas hal tersebut di beberapa negara telah mulai dikembangkan kadaster 3 Dimensi, dimana pendekatan secara tiga dimensi diperlukan untuk dapat menggambarkan keadaan sebenarnya secara lengkap terhadap status bidang tanah termasuk hak-hak lain yang ada di atas atau di bawah bidang tanah tersebut, sehingga dapat mempermudah dalam memberikan status hukum dan memberikan informasi yang lengkap terhadap bidang tanah termasuk pemanfaatan ruang di atas maupun dibawahnya. Pendekatan Kadaster 3 Dimensi di Indonesia telah dimulai sejak dikeluarkannya Undang-undang No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, dimana undang-undang ini mulai mengatur kepemilikan bukan hanya pada bidang tanah semata tapi juga kepemilikan atas ruang dengan adanya Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMASRS).HMASRS merupakan salah satu obyek Pendaftaran Tanah sesuai PP No.24 tahun 1997, namun pada saat ini kegiatan pendaftaran tanah terhadap HMASRS masih dilakukan dengan pendekatan secara 2 dimensi dengan informasi yang terbatas (aspek ruang belum dapat terakomodasi). Sehingga pembentukan kadaster tiga Dimensi (3D) untuk kepentingan Pendaftaran Tanah sangat tepat dalam upaya memberikan kepastian hukum dan menyediakan informasi yang lengkap atas obyek HMASRS.