Indonesia menghadapi tantangan besar dalam administrasi pertanahan, terutama dengan masih banyaknya data pertanahan yang belum lengkap atau akurat. Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) diharapkan dapat mempercepat pendaftaran tanah untuk mencapai kepastian hukum dan mendorong pembangunan berkelanjutan. Namun demikian, kualitas data pertanahan untuk bidang tanah yang telah terdaftar tetapi belum terpetakan (kategori K4) masih menjadi permasalahan signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model tipologi yang dapat meningkatkan kualitas data pertanahan K4 menjadi K1 (data siap elektronik) melalui penerapan kerangka kerja Fit-For-Purpose Land Administration (FFP-LA), yang mengutamakan pendekatan fleksibel, inklusif, dan efisien. Integrasi analisis SWOT dan PESTEL digunakan untuk merumuskan strategi peningkatan kualitas data, dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung dengan menggunakan data PTSL tahun 2022 yang mencakup 66.122 bidang tanah di 16 desa. Data dianalisis menggunakan metode kuantitatif dengan teknik quota sampling dan perhitungan Slovin untuk menentukan sampel sebesar 398 bidang tanah. Proses analisis mencakup identifikasi masalah tipologi data pertanahan berdasarkan kerangka FFP-LA, pembuatan model tipologi yang memisahkan data analog dan digital, serta pengintegrasian analisis SWOT dan PESTEL untuk merancang strategi peningkatan
kualitas data. Model tipologi dirancang berdasarkan tujuh kriteria ketersediaan data, termasuk aspek fisik dan digital.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model tipologi yang dikembangkan berhasil mengklasifikasikan data K4 ke dalam empat kelas: T1 (semua berkas belum terpenuhi), T43 (belum dilakukan pengukuran karena lokasi sulit untuk diidentifikasi), T63 (GU belum dilakukan pengukuran karena lokasi belum teridentifikasi), dan T128 (semua berkas terpenuhi, telah diidentifikasi, dan dilakukan pengukuran), berdasarkan pemenuhan tujuh kriteria ketersedian data. Strategi peningkatan kualitas data mencakup penguatan kerangka spasial, hukum, dan kelembagaan, serta pemanfaatan teknologi modern. Analisis SWOT-PESTEL menghasilkan rekomendasi program, seperti kolaborasi dengan pemerintah daerah, penguatan peran masyarakat, reformasi hukum agraria, dan pemetaan berbasis risiko bencana. Model ini diharapkan dapat diimplementasikan secara nasional untuk mendukung kebijakan agraria dan tata ruang yang lebih efektif.