PT Pertamina Patra Niaga (PPN) mengalami penurunan pangsa pasar Pertamax Series—BBM non-subsidi—dari 26,9% pada 2017 menjadi 21,9% pada 2022, meskipun permintaan nasional bensin beroktan tinggi meningkat dari 15,8 menjadi 19,2 persen. Penelitian ini merumuskan strategi pemasaran berbasis pelanggan untuk merebut kembali pangsa tersebut dengan memadukan enam faktor PESTEL, siklus peningkatan layanan MODEL RISE, SERVQUAL, Importance–Performance Analysis (IPA), TRIZ, dan bauran pemasaran 7P dalam satu desain riset campuran.
Hasil PESTEL menunjukkan dua tren makro berdampak tinggi: (i) rencana pemerintah mengalihkan subsidi BBM pada 2025 dan (ii) volatilitas rupiah yang berkelanjutan yang dapat meningkatkan biaya pokok penjualan. SERVQUAL mengindikasikan seluruh 51 atribut layanan bernilai GAP 5 negatif, menandakan ketidakpuasan laten. Rata-rata IPA (kepentingan 4,27; kinerja 3,40) menempatkan 11 atribut dalam Kuadran I (“Concentrate Here”), 20 atribut dalam Kuadran II (“Keep Up The Good Work”), 14 atribut dalam Kuadran III (“Low Priority”), dan 6 atribut dalam Kuadran IV (“Possible Overkill”). Setiap GAP diformulasikan ulang dalam matriks kontradiksi Service-TRIZ 12 × 12. Prinsip Segmentasi, Dinamisasi, dan Tindakan Awal menghasilkan inovasi berbiaya rendah dan berdampak tinggi, termasuk prabayar QR-code dan jalur dispenser khusus BBM non-subsidi.
Kombinasi solusi TRIZ melahirkan konsep “Pertamina Signature”: format stasiun energi yang memadukan BBM premium, pembayaran digital mudah, standar kebersihan baru, dan fisik SPBU yang kekinian. Program 7P terpadu mencakup (1) inovasi produk—pilot Pertamax Green 95 berbasis bio-etanol; (2) penetapan harga kompetitif dengan pembayaran digital; (3) optimasi lokasi via heat-map lalu lintas; (4) promosi geo-fenced melalui aplikasi; (5) peningkatan kompetensi operator; (6) proses antrian cerdas; dan (7) identitas visual baru.
Perpustakaan Digital ITB