Industri farmasi menghadapi tantangan regulasi yang semakin ketat dan keterbatasan keuangan dalam upaya ekspansi ke pasar baru. Studi ini mengkaji kelayakan finansial dari pendanaan Proyek Garuda, sebuah inisiatif strategis oleh PT Asgardian Muda untuk membangun fasilitas manufaktur farmasi baru yang memenuhi standar Good Manufacturing Practices (GMP) Eropa. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan struktur pendanaan yang paling sesuai guna memastikan keberlanjutan finansial dan tetap menjaga kepatuhan terhadap regulasi. Penelitian ini menggunakan kombinasi metodologi kualitatif dan kuantitatif, termasuk analisis kinerja keuangan, evaluasi pemangku kepentingan, dan penilaian kelayakan investasi. Indikator keuangan utama seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Weighted Average Cost of Capital (WACC) digunakan untuk membandingkan berbagai konfigurasi pendanaan, termasuk pembiayaan internal, pendanaan berbasis utang, dan model pendanaan hibrida. Selain itu, analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkaji dampak perubahan suku bunga, Cost of Goods Sold (COGS), fluktuasi permintaan, dan keterlambatan persetujuan regulasi terhadap kelayakan finansial proyek.
Hasil temuan menunjukkan bahwa semua skenario pendanaan secara finansial layak, dengan IRR yang melampaui asumsi WACC. Namun, struktur pendanaan hibrida 50% ekuitas dan 50% utang secara konsisten memberikan hasil terbaik, dengan NPV tertinggi (hingga IDR 226 miliar), WACC terendah (8,74%), dan periode pengembalian investasi tercepat (tahun 2044). Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa hasil proyek paling rentan terhadap keterlambatan persetujuan regulasi dan fluktuasi permintaan pasar, sementara sensitivitas sedang terjadi pada perubahan COGS dan suku bunga. Matriks keputusan digunakan untuk mendukung rekomendasi pendanaan hibrida berdasarkan kriteria kuantitatif seperti keuntungan finansial, eksposur risiko, dan keselarasan strategis.
Proyek Garuda terbukti layak secara ekonomi dan strategis, dengan model pendanaan hibrida menawarkan keseimbangan optimal antara profitabilitas dan risiko. Namun, jika perusahaan memilih untuk tetap berpegang pada prinsip tata kelola internal tanpa utang, proyek ini tetap layak dibiayai dengan struktur 100% ekuitas, meskipun dengan efisiensi keuangan yang lebih rendah. Studi ini memberikan cetak biru strategis bagi perusahaan farmasi yang ingin berinvestasi dalam infrastruktur yang tunduk pada regulasi global, serta menegaskan pentingnya perencanaan keuangan yang selaras dengan pelaksanaan regulasi dan pasar