digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Robby Wahyudi Putra
PUBLIC Open In Flipbook Ridha Pratama Rusli

Indonesia menghadapi tantangan ganda dalam transisi energi, yaitu memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat sekaligus memenuhi komitmen internasional dalam Perjanjian Paris dan target Net Zero Emission (NZE) untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Salah satu strategi utama yang diimplementasikan oleh PT PLN (Persero) adalah program co-firing, yaitu substitusi sebagian batubara dengan biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Namun, tantangan fundamental dari program ini adalah memastikan ketersediaan pasokan biomassa yang berkelanjutan, andal, dan ekonomis. Di sisi lain, pengelolaan sampah domestik menjadi isu krusial di Indonesia, di mana timbulan sampah yang besar menjadi sumber emisi GRK signifikan dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi komparasi mendalam terhadap dua teknologi pengolahan sampah menjadi energi, yaitu Teknologi Olah Sampah di Sumbernya (TOSS) dan Manajemen Sampah Zero (MASARO), sebagai solusi penyediaan Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) untuk kebutuhan co-firing PLTU. Perbandingan ini dikaji secara komprehensif dari tiga aspek utama: teknis, ekonomi, dan lingkungan. Metodologi penelitian ini berbasis pada studi simulasi pengolahan sampah domestik dengan kapasitas input 100 ton/hari. Data komposisi dan karakteristik sampah yang digunakan merujuk pada data spesifik dari Desa Babakan, Cirebon, Jawa Barat, berdasarkan penelitian sebelumnya. Analisis teknis dilakukan dengan menyusun neraca massa dan neraca energi untuk kedua metode guna mengetahui kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Analisis kelayakan ekonomi dievaluasi menggunakan parameter Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), dan Benefit Cost Ratio (BCR) dengan periode proyeksi investasi selama 15 tahun. Analisis lingkungan difokuskan pada perhitungan potensi reduksi emisi GRK, khususnya gas metana (CH?), yang dapat dicegah dengan mengalihkan sampah organik dari TPA, mengacu pada pedoman IPCC. Dari aspek teknis, Metode TOSS terbukti lebih terspesialisasi dalam produksi BBJP, menghasilkan pelet biomassa sebanyak 33,23 ton/hari. Sebaliknya, Metode MASARO yang berprinsip zero waste unggul dalam diversifikasi produk, menghasilkan pelet Refuse Derived Fuel (RDF) sebesar 25,69 ton/hari, serta produk bernilai lainnya seperti kompos (40,08 ton/hari) dan Pupuk/Konsentrat Organik Cair Istimewa (POCI/KOCI) (3,47 ton/hari). Dari segi suplai ke PLTU terdekat (PLTU Cirebon 1), TOSS berpotensi memasok 12,89% kebutuhan biomassa tahunan, sementara pelet RDF dari MASARO dapat memasok 9,96%. Dari aspek ekonomi, terdapat perbedaan signifikan. Metode TOSS memerlukan investasi awal (CAPEX) yang jauh lebih rendah (Rp 12,2 miliar) dibandingkan MASARO (Rp 66,9 miliar). Namun, diversifikasi produk MASARO menghasilkan aliran pendapatan yang masif, membuat indikator kelayakan investasinya jauh lebih superior. MASARO mencatatkan NPV sebesar Rp 335,8 miliar (vs. TOSS Rp 40,9 miliar), IRR 62,03% (vs. TOSS 41,81%), PP lebih cepat yaitu 2,82 tahun (vs. TOSS 3,90 tahun), dan BCR 5,02 (vs. TOSS 3,35). Meskipun keduanya dinyatakan sangat layak secara ekonomi, MASARO adalah pilihan yang unggul secara profitabilitas. Dari aspek lingkungan, kedua metode berkontribusi positif dengan mencegah pembentukan metana di TPA. Metode MASARO menunjukkan potensi reduksi emisi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 5.802.952 ton CO?eq/tahun, dibandingkan TOSS sebesar 4.722.994 ton CO?eq/tahun. Keunggulan holistik MASARO terletak pada prinsip zero waste yang mengeliminasi hampir seluruh sampah ke TPA dan menghasilkan kompos yang bermanfaat untuk sekuestrasi karbon di tanah. Kesimpulannya, pilihan antara TOSS dan MASARO bersifat strategis. TOSS merupakan pilihan yang lebih fokus dengan biaya investasi lebih rendah, efektif jika tujuan utamanya adalah produksi BBJP untuk co-firing. Sementara itu, MASARO adalah solusi sistemik yang komprehensif, selaras dengan prinsip ekonomi sirkular. Meskipun membutuhkan investasi yang jauh lebih besar, MASARO menawarkan model bisnis yang lebih berkelanjutan dengan keuntungan ekonomi dan manfaat lingkungan yang superior dalam jangka panjang.