Indonesia menghadapi tantangan ganda dalam transisi energi, yaitu memenuhi
permintaan listrik yang terus meningkat sekaligus memenuhi komitmen
internasional dalam Perjanjian Paris dan target Net Zero Emission (NZE) untuk
mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Salah satu strategi utama yang
diimplementasikan oleh PT PLN (Persero) adalah program co-firing, yaitu
substitusi sebagian batubara dengan biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU). Namun, tantangan fundamental dari program ini adalah memastikan
ketersediaan pasokan biomassa yang berkelanjutan, andal, dan ekonomis. Di sisi
lain, pengelolaan sampah domestik menjadi isu krusial di Indonesia, di mana
timbulan sampah yang besar menjadi sumber emisi GRK signifikan dari Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi
komparasi mendalam terhadap dua teknologi pengolahan sampah menjadi energi,
yaitu Teknologi Olah Sampah di Sumbernya (TOSS) dan Manajemen Sampah Zero
(MASARO), sebagai solusi penyediaan Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) untuk
kebutuhan co-firing PLTU. Perbandingan ini dikaji secara komprehensif dari tiga
aspek utama: teknis, ekonomi, dan lingkungan.
Metodologi penelitian ini berbasis pada studi simulasi pengolahan sampah
domestik dengan kapasitas input 100 ton/hari. Data komposisi dan karakteristik
sampah yang digunakan merujuk pada data spesifik dari Desa Babakan, Cirebon,
Jawa Barat, berdasarkan penelitian sebelumnya. Analisis teknis dilakukan dengan
menyusun neraca massa dan neraca energi untuk kedua metode guna mengetahui
kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Analisis kelayakan ekonomi
dievaluasi menggunakan parameter Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Payback Period (PP), dan Benefit Cost Ratio (BCR) dengan periode
proyeksi investasi selama 15 tahun. Analisis lingkungan difokuskan pada
perhitungan potensi reduksi emisi GRK, khususnya gas metana (CH?), yang dapat
dicegah dengan mengalihkan sampah organik dari TPA, mengacu pada pedoman
IPCC.
Dari aspek teknis, Metode TOSS terbukti lebih terspesialisasi dalam produksi
BBJP, menghasilkan pelet biomassa sebanyak 33,23 ton/hari. Sebaliknya, Metode
MASARO yang berprinsip zero waste unggul dalam diversifikasi produk,
menghasilkan pelet Refuse Derived Fuel (RDF) sebesar 25,69 ton/hari, serta produk bernilai lainnya seperti kompos (40,08 ton/hari) dan Pupuk/Konsentrat Organik
Cair Istimewa (POCI/KOCI) (3,47 ton/hari). Dari segi suplai ke PLTU terdekat
(PLTU Cirebon 1), TOSS berpotensi memasok 12,89% kebutuhan biomassa
tahunan, sementara pelet RDF dari MASARO dapat memasok 9,96%.
Dari aspek ekonomi, terdapat perbedaan signifikan. Metode TOSS memerlukan
investasi awal (CAPEX) yang jauh lebih rendah (Rp 12,2 miliar) dibandingkan
MASARO (Rp 66,9 miliar). Namun, diversifikasi produk MASARO menghasilkan
aliran pendapatan yang masif, membuat indikator kelayakan investasinya jauh lebih
superior. MASARO mencatatkan NPV sebesar Rp 335,8 miliar (vs. TOSS Rp 40,9
miliar), IRR 62,03% (vs. TOSS 41,81%), PP lebih cepat yaitu 2,82 tahun (vs. TOSS
3,90 tahun), dan BCR 5,02 (vs. TOSS 3,35). Meskipun keduanya dinyatakan sangat
layak secara ekonomi, MASARO adalah pilihan yang unggul secara profitabilitas.
Dari aspek lingkungan, kedua metode berkontribusi positif dengan mencegah
pembentukan metana di TPA. Metode MASARO menunjukkan potensi reduksi
emisi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 5.802.952 ton CO?eq/tahun, dibandingkan
TOSS sebesar 4.722.994 ton CO?eq/tahun. Keunggulan holistik MASARO terletak
pada prinsip zero waste yang mengeliminasi hampir seluruh sampah ke TPA dan
menghasilkan kompos yang bermanfaat untuk sekuestrasi karbon di tanah.
Kesimpulannya, pilihan antara TOSS dan MASARO bersifat strategis. TOSS
merupakan pilihan yang lebih fokus dengan biaya investasi lebih rendah, efektif
jika tujuan utamanya adalah produksi BBJP untuk co-firing. Sementara itu,
MASARO adalah solusi sistemik yang komprehensif, selaras dengan prinsip
ekonomi sirkular. Meskipun membutuhkan investasi yang jauh lebih besar,
MASARO menawarkan model bisnis yang lebih berkelanjutan dengan keuntungan
ekonomi dan manfaat lingkungan yang superior dalam jangka panjang.
Perpustakaan Digital ITB