Pengadaan tanah merupakan tahap kritis dalam pembangunan infrastruktur dan menjadi sumber risiko utama pada proyek Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sektor jalan tol di Indonesia. Keterlambatan pengadaan tanah dapat mengganggu keberlangsungan proyek KPBU jalan tol, baik dari sisi waktu pelaksanaan, pembiayaan, maupun kelayakan investasi proyek. Jika masalah ini tidak ditangani, dapat berpotensi meningkatkan biaya proyek dan menurunkan minat investor.
Keterbaruan dari penelitian ini terletak pada pendekatan integratif yang menggabungkan aspek finansial, regulasi, dan kontraktual dalam perumusan strategi. Selain itu, penelitian ini memberikan pemodelan finansial yang realistis terhadap skenario keterlambatan pengadaan tanah yang selama ini belum banyak dikaji secara mendalam dalam penelitian sebelumnya. Penelitian ini juga memberikan pendekatan berbasis risiko yang lebih aktual karena melalui proses validasi dari sudut pandang regulator, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), dan Badan Usaha untuk memperoleh strategi yang mampu menjawab permasalahan keterlambatan pengadaan tanah di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh dampak keterlambatan pengadaan tanah pada proyek KPBU sektor jalan tol, memperoleh hasil analisis kajian dari aspek regulasi dan kontraktual, dan merumuskan strategi penanganan risiko keterlambatan pengadaan tanah pada proyek KPBU jalan tol yang sesuai dengan prinsip implementasi KPBU. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed methods). Analisis kuantitatif dilakukan dengan membuat pemodelan finansial dan analisis sensitivitas durasi keterlambatan 1 hingga 6 tahun terhadap Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR), serta pemodelan berbagai skema kompensasi eksisting. Pendekatan kualitatif meliputi gap analysis aspek regulasi dan kontraktual serta validasi strategi melalui wawancara dengan regulator dan pelaku.
Analisis pemodelan finansial Jalan Tol Jakarta–Cikampek II Selatan dan Jalan Tol Semarang–Demak menunjukkan bahwa keterlambatan pengadaan tanah selama 1
iii
hingga 6 tahun dapat mengakibatkan penurunan nilai kelayakan finansial, baik dari sisi Net Present Value (NPV) maupun Internal Rate of Return (IRR). Hal tersebut berdampak pada perubahan status kelayakan proyek. Beberapa skema kompensasi telah diterapkan untuk mengurangi dampak tersebut, seperti perpanjangan masa konsesi, penyesuaian tarif tol, dan kompensasi tunai. Akan tetapi bentuk kompensasi tersebut belum sepenuhnya efektif untuk menjaga kelayakan proyek, terutama apabila durasi keterlambatan pengadaan tanah terlalu panjang.
Meninjau hasil analisis kesenjangan dari aspek regulasi dan kontrak, diperoleh hasil bahwa Dokumen PPJT eksisting belum secara optimal mengatur mekanisme mitigasi risiko pengadaan tanah. Beberapa klausul masih bersifat umum dalam mengatur kompensasi dan tanggung jawab masing-masing pihak. Selain itu, perlu adanya pertimbangan terkait urgensi penggunaan jaminan risiko keterlambatan pengadaan tanah. Risiko pengadaan tanah adalah risiko yang paling tepat dialokasikan kepada Pemerintah sehingga pihak Badan Usaha seharusnya tidak memerlukan jaminan tambahan dan membayar biaya imbal jasa penjaminan. Hal tersebut bertujuan untuk menekankan prinsip KPBU berupa kerja sama dalam bentuk partnership sehingga seluruh risiko proyek dialokasikan secara adil dan tepat. Oleh karena itu, diperlukan strategi penanganan yang lebih sistematis dan terukur, baik dari sisi finansial, regulasi, dan kontraktual.
Kombinasi ketiga aspek tersebut menghasilkan objektif strategi yang kemudian diturunkan menjadi strategi jangka pendek dan jangka panjang. Strategi tersebut diperoleh melalui tahapan kajian literatur praktik implementasi internasional dan analisis kesenjangan. Strategi penanganan risiko keterlambatan pengadaan tanah yang dapat dilakukan di Indonesia adalah penggunaan kombinasi skema kompensasi dan pembentukkan Satuan Tugas khusus untuk proyek yang sudah berjalan. Dalam jangka panjang ke depannya, diperlukan pihak regulator yang jujur, independen, dan profesional serta diperlukannya kemampuan perencanaan yang tinggi pada pihak asset manager, dilakukannya harmonisasi regulasi lintas sektoral dan kementerian, pengembangan sistem terintegrasi lintas sektoral, penyempurnaan sistem pendataan dan inventarisasi tanah, pelaksanaan capacity building, penggunaan konsep dynamic pricing, reformasi dan harmonisasi regulasi, serta konsiderasi penggunaan skema pembelian jalan tol siap beroperasi. Strategi-strategi tersebut dapat diimplementasikan pada proyek KBPU Jalan Tol di Indonesia dengan batasan proyek BOT solicited.
Hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting terhadap pengembangan kebijakan pengadaan tanah proyek KPBU sektor jalan tol. Strategi yang diusulkan dapat meningkatkan kualitas regulasi, efisiensi proyek, serta kepercayaan investor terhadap kepastian hukum dan kebijakan Pemerintah di Indonesia. Temuan ini juga diharapkan mampu menjadi dasar pengembangan sistem monitoring dan evaluasi digital pengadaan tanah di masa mendatang.
Perpustakaan Digital ITB