digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Konflik antara manusia dan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di kantong gajah Petapahan telah berlangsung lebih dari sepuluh tahun dan terus berulang hingga sekarang. Konflik menghasilkan dampak negatif terhadap manusia dan gajah sumatera. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk menangani konflik. Desa Bencah Kelubi dan Desa Karya Indah adalah dua desa rawan konflik yang terletak di dalam kantong gajah Petapahan dan telah memiliki tim pencegahan dan penanggulangan konflik satwa liar tingkat desa. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi penanganan konflik manusia dan gajah sumatera dengan: (1) menganalisis bioekologi gajah sumatera di kantong gajah petapahan, (2) mengevaluasi efektivitas penanganan konflik oleh institusi dan masyarakat (3) menilai persepsi masyarakat terhadap konflik. Pengumpulan data dilakukan melalui survei menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi lapangan. Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan; 1) bioekologi gajah sumatera, 2) efektifitas penanganan konflik oleh institusi dan masyarakat, 3) persepsi masyarakat terhadap konflik. Analisis SWOT (Strength-Weakness-Opportunities-Threats) digunakan untuk merumuskan strategi penanganan konflik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat satu kelompok gajah liar di kantong gajah petapahan dengan jumlah populasi 10 individu yang menjelajah area Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH), Desa Bencah Kelubi, Desa Karya Indah dan desa lainnya yang masih berada di dalam kantong gajah Petapahan. Kondisi lingkungan di kantong gajah petapahan diantaranya sumber air berasal dari Sungai Takuana Buluh, Sungai Siak, dan Sungai Tapung. Topografi kawasan bervariasi dari datar hingga bergelombang dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 1 – 100 meter dan tingkat kemiringan datar (0- 8,8%). Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di Tahura SSH sebanyak 86 jenis dan 28 family dengan 22 jenis diantaranya menjadi pakan gajah. Terdapat 6 kelas tutupan lahan yaitu hutan primer, hutan sekunder, perkebunan, semak, badan air dan tutupan lahan lainnya. Efektivitas penanganan konflik oleh institusi berada dikuadran ke III yang artinya kurang efektif sedangkan penangananan konflik oleh masyarakat berada pada kategori cukup efektif (59,6%). Persepsi masyarakat berada pada kategori setuju (80,12%) bahwa konflik menimbulkan kerugian finansial dan trauma psikis. Persepsi ini menjadikan masyarakat ragu-ragu (45,4%) untuk menjalani praktik hidup berdampingan (koeksistensi) dengan gajah. Dalam upaya penanganan konflik, rekomendasi strategi yang dapat diterapkan yaitu: 1) pengayaan pakan alami di lintasan jelajah gajah, 2) penanaman tanaman sebagai natural barier, 3) melakukan kajian habitat di kantong petapahan, 4) sosialisasi praktik hidup berdampingan antara manusia dan gajah sumatera, 5) memperkuat kolaborasi antara BBKSDA Riau dengan pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan perusahaan, 6) penguatan kapasitas tim penanganan konflik tingkat desa dalam aspek praktis dan teoritis