digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Gut-brain axis merupakan mekanisme kompleks yang menghubungkan mikrobiota usus dengan otak dan telah dikaitkan dengan gangguan neurologis seperti depresi. Gangguan mikrobiota usus dapat dipicu oleh berbagai faktor, termasuk pola makan dan penggunaan antibiotik. Siprofloksasin, sebagai antibiotik spektrum luas yang sering diresepkan secara oral, memiliki potensi tinggi untuk mengganggu mikrobiota usus dan menyebabkan disbiosis. Penurunan motilitas usus yang ditunjukkan oleh gejala konstipasi pada pasien depresi dapat menciptakan siklus disbiosis-depresi-penurunan motilitas usus yang memperburuk perilaku depresi. Pati resisten pisang dan laktulosa, yang bersifat laksatif dan prebiotik, berpotensi memutus siklus ini. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan mekanisme terjadinya depresi dan perubahan absorpsi akibat siprofloksasin oral dosis berulang, serta mengidentifikasi target kerja laktulosa dan pati resisten pisang dalam mencegah depresi dan normalisasi absorpsi obat. Selain itu, penelitian ini juga mengevaluasi efektivitas laktulosa dan pati resisten pisang dalam pencegahan depresi dan normalisasi absorpsi. Penelitian menggunakan uji renang paksa dan sucrose preference untuk mengevaluasi perilaku depresi pada tikus model. ELISA digunakan untuk mengukur kadar sitokin proinflamasi dan neurotransmiter di hipokampus dan prefrontal korteks otak. Pengukuran pH kolon dilakukan menggunakan kertas indikator pH, dan panjang lintasan dari pilorus ke sekum digunakan sebagai parameter motilitas usus. Korelasi dan regresi linear sederhana digunakan untuk analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian siprofloksasin menginduksi gejala perilaku depresi pada tikus model hingga hari ke-15, namun kembali normal pada hari ke-22. Induksi siprofloksasin dalam menginduksi perilaku depresi pada uji korelasi menunjukkan hubungan signifikan antara serotonin di hipokampus dengan FST (R² = 51,59%), serotonin di prefrontal korteks dengan FST (R² = 32,64%), NF-?B di prefrontal korteks dengan FST (R² = 50,74%), kortisol di prefrontal korteks dengan FST (R² = 35,43%), serotonin di prefrontal korteks dengan SPT (R² = 37,99%), NF-?B di prefrontal korteks dengan SPT (R² = 59,11%), kortisol di prefrontal korteks dengan SPT (R² = 29,8%), IL-6 (prefrontal korteks) dengan FST (R² = 46,83 %), serotonin di hipokampus dengan SPT (R² = 44,52%) motilitas usus dengan serotonin (hipokampus) (R² = 60,36%), motilitas usus dengan serotonin (prefrontal korteks) (R² = 43,66%), pH kolon dengan serotonin (hipokampus) (R² = 41,9 %). Sedangkan pada induksi siprofloksasin dalam menggangu absorpsi pada uji korelasi menunjukkan hubungan yang signifikan antara pH duodenum dengan AUC (R² = 30,02%), dan pH jejunum dengan AUC (R² = 30,02%). Hasil korelasi dalam menentukan target kerja laktulosa menunjukkan hubungan yang signifikan antara serotonin di hipokampus dengan SPT (R² = 96%), serotonin di hippocampus dengan FST (R² = 99,71%), kortisol di prefrontal korteks dengan SPT (R² = 95,39%), serotonin di prefrontal korteks dengan SPT (R² = 91,5%), IL-6 di prefrontal korteks dengan FST (R² = 99,33%), motilitas usus dengan FST (R² = 98,05%), dan pH (kolon) dengan SPT (R² = 97,89%). Siprofloksasin menginduksi depresi dengan menekan motilitas usus, serotonin di hipokampus dan prefrontal korteks, serta meningkatkan pH kolon, kortisol, IL-6, dan NF-?B di prefrontal korteks. Laktulosa berpotensi menghambat perilaku depresi melalui modulasi serotonin di hipokampus, sedangkan pati resisten pisang menghambat perilaku depresi melalui modulasi serotonin di hipokampus dan prefrontal korteks, mengurangi produksi kortisol dan IL-6 di prefrontal korteks, meningkatkan motilitas usus, dan menurunkan pH kolon. Selain itu baik pati resisten pisang dan laktulosa menunjukkan efektifitas dalam menghambat perilaku depresi dan menurunkan absorpsi pada pemberian siprofloksasin dosis berulang. Selain itu, Penelitian ini juga menawarkan metode analisis baru dengan menggunakan uji korelasi dan regresi linear sederhana untuk menentukan mekanisme kerja induser serta target kerja dari terapi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memverifikasi hubungan antara motilitas usus, mikrobiota, dan perilaku depresi.