digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sejak dimulainya era Reformasi di tahun 1998/1999, kebebasan menjadi isu sentral di Indonesia. Dalam kehidupan publik, kebebasan berekspresi dan kebebasan media diusung oleh para pegiat Hak Asasi Manusia, pegiat media dan pegiat demokrasi. Di sisi lain, desakan untuk menjalankan prinsip good governance menuntut Pemerintah Indonesia menjalankan tranparansi dan keterbukaan informasi publik, yang diikuti dengan penerbitan UU No 14 Tahun 2008. Bagi banyak kalangan media sosial dipercayai sebagai sarana kebebasan berekspresi dan keterbukaan informasi publik, dan karenanya kebebasan media sosial perlu dilindungi. Namun pada saat yang sama, penggunaan media sosial telah memunculkan fenomena baru seperti meluasnya ujaran kebencian yang berpotensi menimbulkan konflik serta penyalahgunaan informasi publik. Dalam konteks permasalahan ini, dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: (i) bagaimana modus operandi yang ditempuh para pelaku dalam menjalankan aksi ujaran kebencian dan penyalahgunaan informasi publik; (ii) bagaimana wacana publik merespons fenomena media sosial tersebut. Penelitian tesis ini menggunakan metode studi kasus, analisis wacana dan analisis pembingkaian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jawaban tersebut digunakan sebagai pijakan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan informasi publik. Dari hasil-hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Pertama, terjadi penyalahgunaan media sosial dengan modus operandi penyamaran, pengulangan secara massal, dan polesan-polesan informasi. Modus operandi tersebut dimungkinkan karena adanya ketidakpastian-ketidakpastian pada media sosial itu sendiri. Ke dua, wacana publik tentang kebebasan informasi kurang mencermati adanya ketidakpastian-ketidakpastian pada media sosial, yang membuat media sosial rentan terhadap praktik manipulasi informasi pada skala yang massal. Berdasarkan kesimpulan tersebut dirumuskan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut: (i) memperjelas identitas informasi publik; (ii) memperjelas identitas pengguna informasi publik; (iii) melakukan edukasi publik tentang berbagai modus operandi dari praktik manipulasi informasi; (iv) melakukan deteksi dini terhadap munculnya praktik manipulasi informasi dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat seperti pesantren-pesantren, ormas-ormas keagamaan, organisasi-organisasi yang mewakili etnik-etnik, perguruan-perguruan tinggi dan LSM-LSM. Kata kunci : Kebebasan Informasi, Keterbukaan Informasi Publik, Media Sosial, Smearing Informasi, Analisis Pembingkaian.