digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 merupakan salah satu bencana terbesar dalam sejarah. Kejadian ini tidak hanya menyebabkan letusan vulkanik, namun diikuti oleh tsunami, longsor, dan dampak merugikan lainnya. Penelitian ini mensimulasikan tsunami yang diakibatkan oleh letusan Gunung Tambora, menggunakan model longsoran padat terfragmentasi dan estimasi tinggi gelombang buatan yang terdiri dari daerah Oi Marai, Katupa, Labu Bili, Labu Na’e, Doro Bente, dan Sare Nduha. Fokus utama penelitian ini adalah untuk memahami mekanisme dan penjalaran tsunami yang dihasilkan oleh longsoran daratan dan gelombang buatan, serta mengestimasi tinggi gelombang tsunami di beberapa daerah terdampak, seperti daerah Tambora, Sumbawa, Sanggar, Bima, Sumenep, dan Besuki dengan menggunakan model COMCOT versi 1.7 Beta serta TUNAMI N1. Simulasi ini menggunakan dua skenario pembangkitan, yaitu longsoran dari pusat kaldera Gunung Tambora dan estimasi tinggi gelombang buatan. Simulasi menunjukkan tsunami tercepat terekam di daerah utara Gunung Tambora dengan waktu tiba 4 menit untuk skenario longsoran yang menghasilkan tinggi maksimum 6 meter dan 0 menit untuk skenario gelombang buatan yang menghasilkan tinggi maksimum 16,17 meter. Hasil tinggi tsunami juga terekam di daerah jauh dari daerah pembangkitan, seperti Besuki yang terekam setelah 125 menit simulasi untuk skenario longsoran dengan tinggi maksimum 0,09 meter dan 120 menit setelah simulasi untuk skenario gelombang buatan yang menghasilkan tinggi tsunami maksimum setinggi 0,11 m. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pendekatan longsoran padat terfragmentasi dan inisiasi gelombang buatan dapat menjelaskan sebagian besar mekanisme tsunami Tambora 1815. Ketinggian tsunami hasil simulasi juga konsisten dengan catatan historis di beberapa lokasi terdampak. Meskipun begitu, estimasi tinggi tsunami dari skenario ini masih rendah di luar fase pembangkitan. Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya sumber lain seperti aliran piroklastik fase surge atau tekanan atmosfer yang berkontribusi pada tsunami di daerah dengan fase berbeda, seperti Sumenep dan Besuki.