urutan ketiga setelah oksigen dan silikon yang paling banyak berada dalam bentuk
air (H2O). Peran hidrogen sebagai sumber energi berkelanjutan semakin penting
untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan serta mendukung transisi energi
global karena sifatnya yang ramah lingkungan dan efisien sebagai pembawa energi.
Namun, sebagian besar hidrogen yang diproduksi masih bergantung pada sumber
fosil seperti gas alam melalui proses steam methane reforming (SMR) yang
menghasilkan emisi karbon tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan
alternatif ramah lingkungan untuk menghasilkan hidrogen, salah satunya teknologi
fotokatalitik. Proses pemisahan air secara fotokatalitik muncul sebagai jalur yang
menjanjikan untuk produksi hidrogen berkelanjutan dengan memanfaatkan energi
surya dan semikonduktor seperti TiO?.
Penelitian ini mengkaji produksi hidrogen melalui pemisahan air secara
fotokatalitik menggunakan fotokatalis berbasis titanium dioksida (TiO?) dengan
metanol sebagai sacrificial agent. Fokus utama terletak pada pemodelan dan
simulasi proses Aspen HYSYS, dengan mempertimbangkan dua konfigurasi
sistem: base case (BC) dan recovery case (RC). Studi ini bertujuan untuk
mengevaluasi pengaruh temperatur reaksi, variasi rasio umpan air-metanol, dan
konfigurasi sistem terhadap produksi hidrogen dan aspek keekonomiannya.
Konfigurasi BS menggambarkan sistem standar tanpa upaya pemulihan produk
samping. Konfigurasi RC menerapkan strategi pemulihan terhadap produk samping
(formaldehida dan asam format). Simulasi dilakukan dalam rentang temperatur
298,15 K hingga 368,15 K serta lima variasi rasio umpan air-metanol (1:1, 1:2, 1:3,
2:1, dan 3:1). Reaksi fotokatalitik dibagi menjadi dua tahap, yaitu reaksi fotolisis
air dan oksidasi bertahap metanol.
Hasil menunjukkan bahwa laju produksi hidrogen meningkat seiring kenaikan
temperatur hingga mencapai puncaknya pada 348,15 K, optimal produksi hidrogen
335,02 kg/jam pada rasio air-metanol 3:1 pada recovery case. Hasil penelitian ini
sejalan dengan tren eksperimental dalam studi literatur, di mana peningkatan
temperatur hingga batas optimum mempercepat eksitasi elektron dan reaksi redoks
di permukaan katalis, sementara temperatur yang terlalu tinggi justru menurunkan
efisiensi akibat peningkatan laju rekombinasi. Rasio optimum diperoleh pada 3:1
(air dominan), dengan laju produksi 219,21 kg/jam (BS) dan 335,02 kg/jam (RC). Rasio tersebut memberikan ketersediaan air yang cukup sebagai sumber proton dan
mempertahankan konsentrasi metanol yang optimal untuk menekan rekombinasi
pasangan elektron-hole, sehingga meningkatkan efisiensi reaksi. Rasio 1:2 dan 1:3
(metanol dominan) menurunkan laju produksi hidrogen 67% (BS) dan 58% (RC).
Pada konfigurasi RC menghasilkan 35% lebih optimal dibandingkan BC dengan
produk samping yg di hasilkan seperti formaldehida (733,12 kg/jam) dan asam
format (0,56 kg/jam) yang dapat dimanfaatkan dalam industri lain. Konfigurasi RC
terbukti memberikan keunggulan dari sisi efisiensi teknis dan ekonomi. Tidak
hanya meningkatkan produksi hidrogen, sistem ini juga menghasilkan produk
samping bernilai ekonomi yaitu formaldehid dan asam format. Pendekatan ini
mendukung integrasi dalam skema keekonomian yang menunjukkan Gross Profit
Margin (GPM) mencapai 58,61%, yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
benchmark industri untuk produksi hidrogen hijau. Hal ini menunjukan potensi
keuntungan yang tinggi serta daya tarik investasi yang kuat. Model yang
dikembangkan dapat memberikan representasi realistis terhadap proses reaksi
fotokatalitik, serta menjadi dasar untuk perancangan sistem skala industri yang
efisien dan kompetitif secara ekonomi. Pendekatan ekonomi sirkular melalui
pemanfaatan produk samping turut memperkuat aspek keberlanjutan proses. Sistem
produksi hidrogen fotokatalitik ini dinilai layak secara teknis dan ekonomis untuk
dikembangkan pada skala industri sebagai solusi energi bersih masa depan.
Perpustakaan Digital ITB