digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan dengan kondisi tektonik dan geologi yang sangat kompleks dan aktif. Interaksi antara lempeng Australia, blok Sunda, lempeng Laut Philipina, lempeng Pasifik dan beberapa mikro blok tektonik mengakibatkan banyak dan sering terjadinya bencana alam tektonik, seperti gempabumi, tsunami, gunungapi, penurunan muka tanah dan sebagainya. Bencana alam tektonik tersebut mengakibatkan terjadinya deformasi di permukaan bumi yang dapat mengubah koordinat geosentrik 3 dimensi JKG (Jaring Kontrol Geodesi) di Indonesia. Perubahan koordinat JKG akibat deformasi permukaan bumi yang berkaitan dengan aktivitas tektonik harus diperhitungkan dalam penggunaan datum geodetik untuk aktivitas survei penentuan posisi dan pemetaan. Sejak 11 Oktober 2013, Indonesia telah menggunakan datum geodetik baru yang disebut dengan SRGI2013 (Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013). SRGI2013 adalah datum semidinamik dengan koordinat JKG ditetapkan pada epok 1 Januari 2012 (2012,0) dan terikat dengan ITRF2008 (International Terrestrial Reference Frame). Deformasi permukaan bumi akibat aktivitas lempeng tektonik direpresentasikan dalam bentuk model deformasi. Model deformasi digunakan untuk mentransformasikan koordinat pada epok pengamatan ke epok SRGI2013. Penelitian ini menggunakan data GPS (Global Positioning System) kontinu dan periodik, informasi parameter gempabumi, batas lempeng tektonik, batimetri dan topografi untuk membuat dan menganalisis model deformasi geodetik (MDG) SRGI2013. Metode yang digunakan adalah pengolahan dan analisis data GPS, estimasi vektor kecepatan linear stasiun GPS, pemodelan deformasi absolut, estimasi dan pemodelan deformasi koseismik, estimasi dan analisis paramater rotasi blok tektonik, analisis pola regangan geodetik, analisis transformasi koordinat ke epok SRGI2013, serta analisis pemutakhiran model deformasi koseismik. Penelitian ini menghasilkan MDG absolut, model deformasi koseismik, model deformasi rotasi blok tektonik, model pemutakhiran deformasi koseismik untuk datum semidinamik SRGI2013. Hasil analisis menunjukkan bahwa estimasi koordinat dan vektor kecepatan linear stasiun GPS terikat ke ITRF2008 epok 2005 dengan nilai rerata rms (root mean square) 0,002 ± 0,0006 m. Pola vektor kecepatan linear stasiun GPS dalam kerangka ITRF2008 mendeskripsikan beberapa pola pergerakan lempeng tektonik di Indonesia. Model deformasi absolut yang dibentuk dari vektor kecepatan linear stasiun GPS memberikan rms residual komponen EW (East West) = 3,5 mm/thn dan 3,4 mm/thn untuk komponen NS (North South). Nilai rms sangat dipengaruhi oleh kurang rapatnya distribusi dari stasiun GPS terutama di Indonesia timur. Analisis hasil GPS dan pemodelan deformasi koseismik dari beberapa gempabumi dengan magnitudo > 7 Mw pada periode 2004 sampai dengan 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia mengalami deformasi koseismik. Gempabumi Sumatra-Andaman 2004, Nias 2005, dan Wharton Basin 2012 merupakan gempabumi yang memberikan kontribusi terbesar terhadap deformasi koseismik di wilayah Indonesia. Rms residual antara deformasi koseismik GPS dan pemodelan adalah 0,6 – 89,2 mm untuk komponen EW dan 1,6 – 76,0 mm untuk komponen NS. Pola regangan (strain) geodetik wilayah Indonesia menunjukkan pola ekstensi dan pemendekan yang sangat rumit dan kompleks. Blok Sunda merupakan blok yang stabil dengan pola laju regangan < 5 x 10-8/thn. Hal ini ditunjukkan juga dari magnitudo regangan blok Sunda, yang merepresentasikan besarnya regangan di wilayah tersebut. Informasi regangan, dalam hal ini adalah laju regangan, dilatasi, regangan geser maksimum dapat digunakan untuk mempelajari deformasi permukaan dalam skala lokal yang berkaitan dengan aktivitas sesar dan untuk penentuan batas blok tektonik. Deformasi rotasi blok merupakan deformasi linear yang dihitung dari parameter rotasi blok. Berdasarkan data distribusi vektor kecepatan linear stasiun GPS, pola magnitudo regangan, data seismisitas, batas blok tektonik beberapa penelitian sebelumnya, Indonesia terletak di 19 blok/lempeng tektonik (termasuk lempeng Australia, lempeng Laut Philipina, dan lempeng Pasifik) yang bergerak menurut parameter rotasi blok masing-masing. Batas blok tektonik yang digunakan dalam penelitian ini cukup sesuai dengan pola magnitudo regangan dari data GPS, meskipun masih terdapat beberapa blok tektonik yang dihitung parameter rotasinya hanya dengan menggunakan 2 – 3 stasiun GPS, terutama blok tektonik di wilayah Indonesia timur seperti laut Banda dan daerah Papua. Hal ini terjadi karena distribusi stasiun GPS di wilayah tersebut kurang memenuhi untuk mendapatkan hasil parameter rotasi blok yang lebih realisitis. Transformasi koordinat pada epok pengamatan ke epok SRGI dilakukan dengan menggunakan model deformasi absolut dan model deformasi koseismik. Model deformasi absolut digunakan untuk proses transformasi koordinat stasiun GPS yang tidak mengalami deformasi koseismik. Rms residual koordinat geosentrik XYZ dari stasiun GPS yang tidak mengalami deformasi koseismik pada komponen XYZ adalah 0,006 m, 0,007 m, dan 0,003 m. Transformasi koordinat 65 stasiun GPS yang mengalami deformasi koseismik tanpa dikoreksi dengan model deformasi koseismik (hanya menggunakan model deformasi absolut) menghasilkan rms residual koordinat geosentrik XYZ sebesar 0,048 m, 0,024 m, dan 0,020 m. Rms residual koordinat geosentrik XYZ dari 65 stasiun GPS yang mengalami deformasi koseismik menjadi 0,024 m, 0,021 m, dan 0,021 m, apabila pada proses transformasi menggunakan model deformasi absolut dan model deformasi koseismik. Hasil ini menunjukkan bahwa sangat pentingnya dalam memperhitungkan deformasi koseismik pada proses transformasi koordinat ke epok SRGI2013, sehingga pemutakhiran model deformasi koseismik juga harus diimplementasikan apabila terjadi gempabumi yang dapat mengakibatkan deformasi koseismik. Model pemutakhiran deformasi koseismik dilakukan dalam penelitian ini berkaitan dengan gempabumi Pidie Jaya 2016 (PiJay). Hasil dan analisis menunjukkan bahwa deformasi koseismik di stasiun GPS, tidak mempengaruhi informasi geospasial pada peta skala 1:1000 karena kurang dari akurasi geometrinya yaitu sekitar 20 cm. Meskipun dampak deformasi koseismik gempabumi Pijay pada skala peta 1:1000 tidak berpengaruh, akan tetapi nilai deformasi koseismik di stasiun GPS harus tetap dikoreksikan terhadap nilai koordinat JKG.