digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


BAB I Muhammad Arfan Achmad [27123051]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB II Muhammad Arfan Achmad [27123051]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB III Muhammad Arfan Achmad [27123051]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan


BAB V Muhammad Arfan Achmad [27123051]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

Hingga saat ini, Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. Akibatnya, pengungsi di Indonesia menghadapi berbagai tantangan rumit, mulai dari status hukum yang tidak pasti hingga keterbatasan akses terhadap kebutuhan esensial. Situasi ini diperparah oleh keterbatasan bahasa, stigma negatif, diskriminasi, perlindungan hukum yang lemah, serta dampak psikologis akibat pengalaman traumatis yang dialami pengungsi. Selain itu, proses resettlement (pemukiman kembali ke negara ketiga) yang tidak pasti dapat berlangsung selama 10 hingga 15 tahun semakin memperburuk kondisi pengungsi. Pengungsi sering kali tidak mendapatkan intervensi efektif untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian mereka dalam proses integrasi sosial selama proses tunggu yang tidak pasti di Indonesia. Proses integrasi sosial terhambat karena terbatasnya interaksi sosial antara pengungsi dan masyarakat lokal di Desa Cipayung, Bogor. Perancangan lokakarya partisipatoris ini melalui tahapan dalam Kerangka Kerja Desain Sistemik, yang memahami keterhubungan antarmasalah dan bagaimana satu masalah memengaruhi masalah lainnya dalam suatu sistem. Menggunakan pendekatan partisipatoris, lokakarya menjahit partisipatoris dapat menjadi solusi untuk mendorong interaksi sosial antara pengungsi muda dan masyarakat lokal di desa Cipayung, Bogor. Lokakarya ini memiliki tiga tahapan yaitu: (1) Proses mendasar (membangun kesadaran interkultural), (2) Partisipatoris (kompetensi: interaksi sosial), dan (3) Reflektif (performa: diekspresikan). Melalui pertukaran pengetahuan, norma, dan informasi budaya yang terjadi dalam ruang interaksi, pengungsi muda didorong untuk beradaptasi tanpa kehilangan identitas budayanya. Bagi masyarakat lokal, ruang ini juga menjadi sarana untuk memahami persoalan pengungsi serta menumbuhkan empati terhadap pengungsi muda. Rancangan lokakarya menjahit partisipatoris berpotensi memperkuat upaya pemberdayaan serta meningkatkan kesejahteraan pengungsi muda selama masa singgah yang tidak pasti di Indonesia. Harapannya mampu mendorong interaksi sosial antara pengungsi dan masyarakat lokal, meningkatkan resiliensi kelompok pengungsi muda, serta menciptakan peluang baru untuk pemberdayaan yang lebih berkelanjutan. Keterlibatan lintas pemangku kepentingan juga menjadi faktor penting yang membantu terwujudnya interaksi sosial yang inklusif dan aman bagi pengungsi muda dan masyarakat lokal.