digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dokumen Asli
Terbatas  Dessy Rondang Monaomi
» Gedung UPT Perpustakaan

Brain-Machine Interface (BMI) merupakan teknologi inovatif yang memungkinkan komunikasi langsung antara otak dan perangkat eksternal. Teknologi ini memberikan harapan baru bagi pemulihan fungsi motorik serta pengembangan sistem kontrol asistif. Salah satu tantangan utama dalam aplikasi BMI adalah proses decoding sinyal neural yang kompleks dan temporal. Di antara metode perekaman sinyal, implantable microelectrode array (MEA) unggul berkat resolusi temporal dan spasial yang tinggi, menjadikannya ideal untuk decoding real-time. Namun, model Artificial Neural Network (ANN) yang umum digunakan kurang efisien dalam memproses data spike, yang meniru aktivitas neuron biologis. Penelitian ini mengadopsi model Recurrent Spiking Neural Network (RSNN) yang diperkenalkan oleh Liu et al. (2024) sebagai baseline karena menawarkan alternatif efisien. Arsitektur model terbukti lebih ringan dan menghasilkan akurasi tinggi dalam tugas prediksi gerakan motorik pada primata non-manusia. Meskipun demikian, terdapat tiga permasalahan penting yang belum terpecahkan, yakni keterbatasan representasi temporal, tingginya beban komputasi akibat operasi sinaps yang intensif, dan kestabilan pelatihan yang rendah karena risiko sharp local minima. Penelitian ini mengeksplorasi integrasi tiga strategi utama ke dalam Recurrent Spiking Neural Networks (RSNN) untuk mengatasi permasalahan tersebut. 1. Learnable synaptic delay diterapkan menggunakan lapisan 1D Dilated Convolution with Learnable Spacings (DCLS1D). Lapisan ini pada dasarnya adalah metode konvolusi satu dimensi dengan kernel berbentuk Gaussian. Hal ini memungkinkan pembelajaran heterogeneous delay (penundaan sinaptik yang beragam). Pendekatan ini memungkinkan neuron menangkap pola spatiotemporal yang kompleks dan memperkaya representasi temporal model. 2. Interpolasi linear digunakan untuk mengurangi aktivitas sinaps dengan hanya memproses keypoint tertentu pada interval waktu, yang diinterpolasi secara linear untuk menghasilkan output kontinu. 3. Pendekatan Temporal Efficient Training (TET) diintegrasikan untuk menghitung loss pada setiap time step, guna menghindari sharp local minima dan meningkatkan stabilitas pelatihan. Model-model yang diusulkan diuji menggunakan benchmark NeuroBench pada tugas Non-Human Primate (NHP) Motor Prediction. Metrik evaluasi yang digunakan mencakup memory footprint, R², activation sparsity, synaptic operations, RMSE, dan Pearson correlation coefficient. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa penambahan synaptic delay menurunkan akurasi (R2 turun sebesar 0.02). Hal ini didampingi dengan peningkatan sumber daya (peningkatan memori sebanyak 3x serta peningkatan yang sangat signifikan pada jumlah operasi pada sinaps) yang digunakan, mengakibatkan penurunan efisiensi dari model. Interpolasi linear menurunkan jumlah operasi sinaps secara signifikan namun gagal mempertahankan akurasi pada data tidak beraturan (non-linear) (yang ditunjukkan dengan R2 hanya sekitar 0.1). Sementara itu, TET secara konsisten meningkatkan akurasi (R2 menjadi 0.6167 dibandingkan dengan 0.6117 pada baseline) dan menghasilkan pelatihan yang lebih stabil.