digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak - Nicole Prodjomaroeto
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Data Kementerian Kesehatan tahun 2023 mencatat prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,5%, lebih tinggi dari target nasional 14%. Kondisi ini mendorong pengembangan pendekatan diagnostik yang mampu mengidentifikasi risiko stunting lebih dini, salah satunya melalui deteksi faktor virulensi bakteri usus. Disbiosis di kolon dapat merusak integritas lapisan usus dan memicu inflamasi yang mengganggu penyerapan nutrisi, sehingga berpotensi berkontribusi terhadap stunting. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi isolat kandidat patogen penyebab stunting yang terdapat pada komunitas bakteri feses; (2) mengidentifikasi gen faktor virulensi yang berasosiasi dengan stunting yang terdapat pada isolat murni kandidat patogen sebagai biomarker diagnostik; (3) mendeteksi keberadaan biomarker pada isolat kandidat patogen dari isolat murni dan komunitas bakteri feses individu sehat dan stunting. Determinasi faktor virulensi dilakukan melalui analisis mikroba patogen terkait stunting berdasarkan data 16S rRNA metagenomics dan isolat kandidat menggunakan Matrix-Assisted Laser Desorption/Ionization Time-of-Flight (MALDI-TOF). Gen virulensi dipilih berdasarkan relevansi mekanisme patogenitas terhadap stunting, kemudian sekuensnya dianalisis untuk menemukan daerah lestari yang digunakan sebagai primer. PCR dilakukan terhadap DNA feses bayi sehat (n = 10) dan stunting (n = 10), yang dikelompokkan berdasarkan usia menjadi 0-6 bulan, 6-12 bulan, dan 12-24 bulan. Data hasil PCR diolah dengan menghitung sensitivitas dan spesifisitas biomarker, serta mengukur intensitas pita DNA sampel menggunakan ImageJ. Analisis 16S rRNA metagenomics dan MALDI-TOF mengidentifikasi patogen dari Klebsiella pneumoniae complex (KpSC), sehingga penelitian difokuskan pada pengembangan biomarker gen virulensinya. Dari faktor virulensi utama KpSC, dipilih tiga gen kandidat, yaitu fimH (fimbriae tipe 1), entB (enterobactin synthase), dan hcp (hemolysin-coregulated protein/T6SS). Hasil visualisasi elektroforesis menunjukkan gen hcp merupakan kandidat biomarker berpotensi dibandingkan yang lain, dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 30%. Di sisi lain, fimH dan entB menunjukkan sensitivitas masing-masing 90%, dengan spesifisitas lebih rendah, yaitu 10% dan 20%. Gen hcp terdeteksi konsisten pada semua sampel stunting usia 0-24 bulan, sedangkan pada kelompok sehat cenderung menurun seiring usia, mengindikasikan stabilitas virulensi pada stunting yang terkait dengan imaturitas mikrobiota Selain itu, kuantifikasi pita DNA menunjukkan perbedaan kelimpahan gen virulensi antar kelompok sehat dan stunting, dengan intensitas tertinggi pada fimH, diikuti hcp dan entB. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pada populasi yang lebih besar, dengan replikasi teknis memadai serta integrasi data klinis dan lingkungan untuk memperkuat relevansi diagnostik.