ABSTRAK_Felicia Lie
Terbatas  Perpustakaan Prodi Arsitektur
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Perpustakaan Prodi Arsitektur
» Gedung UPT Perpustakaan
Tunanetra adalah individu yang mengalami kerusakan atau hambatan pada organ mata sehingga kemampuannya sangat terbatas dalam menerima sensori visual. Tunanetra merupakan jenis disabilitas terbanyak di Indonesia, mencakup sekitar 8.56% dari total penyandang disabilitas dari tahun 2015, dengan sekitar 11.42% disabilitas yang didominasi tunanetra berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2020. Kondisi ini disebabkan oleh tingginya angka pengangguran di kalangan disabilitas yang didominasi tunanetra, mencapai 42% pada tahun 2018 dan terus meningkat hingga mencapai 44.5% pada tahun 2020, serta dominasi pekerjaan di sektor informal yang kurang produktif dibanding sektor formal, sekitar 99% pada tahun 2020. Salah satu solusi untuk mengurangi angka kemiskinan penyandang disabilitas, terutama tunanetra, adalah mendorong penyandang tunanetra memasuki sektor formal dengan memberikan pendidikan dan pelatihan sejak usia dini melalui sekolah khusus.
Menurut Menteri Pendidikan Indonesia, terdapat empat keterampilan utama yang dapat dikembangkan oleh penyandang tunanetra melalui sekolah khusus, yaitu teknologi informasi dan komunikasi (TIK), musik, pijat, dan broadcasting. Selain 4 keterampilan tersebut, terdapat juga bidang scent testing dan taste testing yang dapat dikembangkan tunanetra. Selain pelatihan teknis, tunanetra juga memerlukan pengembangan keterampilan sosial, kognitif, dan mobilitas untuk menunjang kesiapan mereka memasuki sektor formal. Sayangnya, sebagian besar penyandang tunanetra tidak mendapat pendidikan yang layak, sekitar 27.74% disabilitas yang didominasi tunanetra tidak lulus SD, 29.61% hanya lulus SD, dan sekitar 13.02% tidak pernah mendapat pendidikan sama sekali. Berbagai faktor, termasuk keterbatasan ekonomi dan aksesibilitas pendidikan menjadi penyebab utama kondisi tersebut.
Untuk mengatasi masalah tersebut, dirancanglah sebuah sekolah inklusi bagi tunanetra yang terintegrasi dengan asrama. Proyek ini dirancang untuk memanfaatkan subsidi silang antarsiswa serta pembiayaan dari pihak swasta guna memastikan subsidi pendidikan yang lebih maksimal. Selain itu, sekolah ini bertujuan menjadi pendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi tunanetra dengan menyediakan fasilitas modern dan layak, mendorong kemampuan siswa tunanetra bersosialisasi, meningkatkan rasa toleransi dan
inklusivitas siswa non-tunanetra, serta mampu menampung siswa tunanetra dari berbagai wilayah Indonesia dengan diintegrasikannya asrama.
Proyek ini mengadopsi pendekatan program ruang yang menitikberatkan pada tata letak ruang yang fungsional, efisien, dan ramah tunanetra. Pendekatan ini memperhatikan hubungan antarruang untuk memastikan aksesibilitas, kenyamanan, serta optimalisasi pelatihan teknis dan soft skill. Selain itu, proyek juga mengadopsi pendekatan wayfinding non-visual untuk aksesibilitas antarruang. Wayfinding nonvisual bertujuan untuk mengurangi kecemasan, ketakutan, dan rasa stress akan disorientasi yang dirasakan tunanetra, sehingga tunanetra dapat sepenuhnya fokus pada pendidikan dan pendidikan yang diperoleh lebih maksimal. Ruang-ruang dirancang untuk mendukung pengembangan enam keterampilan utama, serta penguatan kemampuan kognitif, sosial, dan mobilitas siswa tunanetra. Selain itu, fasilitas sekolah dirancang dengan memanfaatkan teknologi bantu yang inovatif, seperti peta taktil, jalur pemandu, dan perangkat pembelajaran digital untuk mendukung efektivitas proses pendidikan.
Lokasi proyek direncanakan di Kota Baru Parahyangan, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Lokasi ini dipilih karena memiliki berbagai keunggulan, seperti fasilitas modern yang ramah tunanetra, komunitas yang inklusif, lingkungan tenang menyerupai pedesaan yang mendukung pengembangan sensori non-visual, serta kesesuaian dengan RTRW. Selain itu, terdapat insentif proyek dengan fungsi pendidikan, akses terhadap tenaga kerja guru khusus, fasilitas kesehatan untuk terapi tunanetra, dan peluang kerja yang besar di kawasan Pulau Jawa. Wilayah ini juga memiliki konektivitas transportasi yang baik, sehingga memudahkan akses bagi siswa dari berbagai daerah di Indonesia.
Tujuan utama proyek ini adalah menciptakan model sekolah inklusi yang menjadi acuan nasional, dengan lulusan tunanetra yang kompeten dan siap bersaing di sektor formal. Dengan demikian, proyek ini diharapkan berkontribusi dalam menekan angka kemiskinan di kalangan penyandang tunanetra dan meningkatkan indeks inklusivitas Indonesia.
Perpustakaan Digital ITB