digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Proyek ini yang kemudian disebut dengan Project X dipercayakan kepada PT XYZ selaku kontraktor EPC (Engineering, Procurement, and Construction). Namun dalam pelaksanaannya, pekerjaan di Unit – 1 mengalami keterlambatan yang cukup signifikan sehingga berpotensi mengakibatkan kerugian financial dan reputasional bagi PT XYZ. Analisa jalur kritis dilakukan dengan menggunakan metode Activity on Node (AON) dan pemetaan aktivitas dilakukan dengan menggunakan Precedence Diagram Method (PDM). Hasil analisis Kurva S menunjukkan bahwa adanya keterlambatan progress sebesar 10 minggu apabila dibandingkan dengan jadwal yang telah direncanakan. Dari segi finansial, apabila keterlambatan ini tidak ditanggulangi, maka PT XYZ akan dikenakan denda penalty proyek sebesar Rp 2.734.770.052 dan kerusakan nama baik. Solusi yang diajukan dalam penelitian ini adalah penerapan metode Project Crashing dengan memberlakukan penambahan jam kerja (overtime) pada aktivitas aktivitas yang termasuk dalam jalur kritis. Berdasarkan pada hitungan yang dilakukan, Project Crashing ini membutuhkan tambahan biaya sebesar Rp 399.544.839 atau sekitar $ 25,168.18 dengan asumsi kurs Rp 15.875 per USD. Penambahan biaya ini hanya sebesar 14,61% dari potensi denda penalty, sehingga secara ekonomis strategi ini dinilai lebih efisien. Penelitian ini merekomendasikan agar PT XYZ melakukan evaluasi bertahap terhadap efisiensi strategi crashing yang dilakukan, termasuk pengawasan K3 selama pelaksanaan pekerjaan lembur. Selain itu, perlu dilakukan pengelolaan arus kas untuk memastikan dana tambahan tersedia saat percepatan dilakukan. Secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa Project Crashing dengan menggunakan metode penambahan jam kerja merupakan strategi yang efektif untuk mengejar keterlambatan proyek konstruksi dengan tempat kerja yang terbatas. Metode ini tidak hanya mampu menekan potensi kerugian akibat denda, tetapi juga menjaga kualitas dan cakupan pekerjaan tanpa mengorbankan keselamatan kerja.