Indonesia memiliki potensi energi panas bumi yang sangat besar. Namun, pengembangannya masih berjalan lambat karena berbagai kendala, seperti tingginya biaya awal dan risiko keuangan yang melekat. Pemerintah telah menyatakan komitmennya untuk dapat mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060. Untuk itu, pemerintah mendorong percepatan proyek energi terbarukan, baik oleh perusahaan swasta maupun BUMN termasuk didalamnya energi angin, surya, dan panas bumi.
PT Geothermal Purwa Energi (GPE), merupakan sebuah BUMN yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi, perusahaan tersebut berencana untuk melakukan ekspansi di Jawa Tengah melalui proyek J-3 dan J-4 dengan total kapasitas tambahan sebesar 110 MW. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah proyek tersebut layak secara finansial dan lingkungan bisnis, terutama di tengah keterbatasan modal.
Penelitian ini fokus pada kelayakan proyek J-3 dan J-4 dengan menggunakan indikator utama seperti Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), Payback Period, dan Profitability Index (PI). Analisis lingkungan bisnis juga dilakukan dengan pendekatan menggunakan teori PESTLE, untuk memahami secara menyeluruh situasi investasi di Indonesia. Dalam analisis tersebut, dibahas juga terkait regulasi dan insentif yang berpengaruh terhadap para pengembang.
Penelitian dilakukan dengan bebeberapa tahap. Tahap awal adalah mencakup studi literatur dan melakukan kajian teori terkait penganggaran modal, penilaian proyek, dan pembiayaan energi terbarukan. Selanjutnya, dilakukan analisis lingkungan bisnis menggunakan PESTLE serta pemetaan pemangku kepentingan untuk melihat pengaruh dan dinamika yang ada di Indonesia.
Pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif. Data utama berasal dari dokumen keuangan, kontrak, dan catatan operasional. Sementara itu, wawancara dengan ahli dari GPE digunakan untuk melakukan verifikasi data terkait proyeksi biaya, risiko, dan standar industri. Semua data ini digunakan untuk menyusun model keuangan dan melakukan proyeksi arus kas selama 30 tahun. Asumsi utama mencakup tarif listrik, kemampuan operasional pembangkit, belanja modal, dan biaya operasional.
Hasil analisis menunjukkan bahwa proyek dinilai layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan asumsi dasar, proyek berhasil mendapatkan IRR sebesar 5,96%, yang dimana berada sedikit di atas Weighted Average Cost of Capital (WACC), sebesar 4,78%. Perhitungan yang dilakukan juga menghasilkan NPV yang positif sebesar USD 114 juta dan Profitability Index sebesar 1,149. Meskipun hasil perhitungan menunjukkan projek ini layak untuk dilakukan, Payback Period yang mencapai 13 tahun melebihi batas ideal menurut LPEM FEB UI 2023, yaitu di bawah 10 tahun.
Selanjutnya, analisa sensitivitas menunjukkan bahwa proyek rentan terhadap perubahan variabel penting. Penurunan tarif listrik yang lebih dari 13% dapat menurunkan IRR ke bawah ambang batas kelayakan. Demikian pula, perubahan pada kemampuan operasional pembangkit dan biaya modal berpotensi mengancam keberlangsungan proyek. Namun demikian, dukungan kebijakan pemerintah dan insentif ekonomi bagi energi baru terbarukan dinilai dapat meningkatkan kelayakan proyek secara signifikan. Analisis pemangku kepentingan juga menunjukkan adanya dukungan kuat dari instansi pemerintah dan juga PLN.
Sebagai kesimpulan, proyek panas bumi J-3 dan J-4 dinilai layak untuk dilaksanakan. Penelitian ini menekankan pentingnya pengendalian biaya konstruksi, kesepakatan tarif dengan PLN, dan kemampuan operasional pembangkit. Dengan menggabungkan pemodelan keuangan yang ketat dan analisis strategis terhadap lingkungan bisnis serta pemetaan pemangku kepentingan, studi ini memberikan wawasan penting dalam pengelolaan risiko dan kelayakan proyek panas bumi. Temuan ini tidak hanya mendukung pengambilan keputusan GPE, tetapi juga menjadi referensi praktis bagi proyek energi terbarukan serupa di masa mendatang.
Perpustakaan Digital ITB