Peningkatan emisi gas rumah kaca dari PLTU batubara mendorong perlunya
teknologi transisi yang mampu menurunkan emisi tanpa mengganti seluruh
infrastruktur. Penelitian ini mengevaluasi penerapan teknologi co-firing amonia
pada PLTU sub-critical 660 MW dari aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan.
Simulasi dilakukan menggunakan Aspen Plus untuk memodelkan proses
pembakaran, sedangkan analisis ekonomi menggunakan APEA. Evaluasi
lingkungan dilakukan melalui pendekatan Life Cycle Assessment (LCA) untuk
mengukur Global Warming Potential (GWP) dari tiga jenis amonia: grey, blue, dan
green. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada rasio co-firing 50%, emisi CO?
menurun sebesar 50%, dari 0,90 ton CO?/MWh menjadi 0,45 ton CO?/MWh, emisi
SO? dari 534 menjadi 262 mg/Nm³, dan NO? dari 402 menjadi 384 mg/Nm³.
Penurunan ini disebabkan amonia tidak mengandung karbon atau sulfur, serta
adanya reaksi reduksi termal amonia terhadap NO yang menghasilkan N? dan H?O.
Dari sisi ekonomi, co-firing amonia meningkatkan nilai Levelized Cost of
Electricity (LCoE) secara signifikan. Pada rasio 50%, LCoE untuk grey ammonia
tercatat 145,54 USD/MWh, blue ammonia sebesar 155,84 USD/MWh, dan green
ammonia mencapai 252,20 USD/MWh. Kenaikan ini disebabkan oleh harga
amonia yang jauh lebih tinggi, yakni 5–10 kali lipat dibandingkan harga batubara
yang hanya 70 USD/MT. Sebagai perbandingan, LCoE baseline PLTU batubara
adalah 49,25 USD/MWh. Berdasarkan data tahun 2025, harga awal green ammonia
sebesar 885,36 USD/ton, blue ammonia 473,50 USD/ton, dan grey ammonia 429,50
USD/ton.
Berdasarkan analisis LCA, penggunaan grey ammonia justru meningkatkan nilai
GWP sebesar 4,83%, dari 0,91 menjadi 0,958 kg CO?-eq/kWh. Sebaliknya, blue
ammonia mampu menurunkan GWP sebesar 33,59% menjadi 0,607 kg CO?-
eq/kWh, dan green ammonia memberikan penurunan tertinggi hingga 50% menjadi
0,45 kg CO?-eq/kWh. Ini menunjukkan bahwa penggunaan grey ammonia hanya
memindahkan sumber emisi dari cerobong PLTU ke proses produksi, sehingga
tidak efektif secara keseluruhan.
Upaya dekarbonisasi pembangkit co-firing amonia perlu mempertimbangkan emisi
transportasi sebagai bagian dari total jejak karbon. Studi ini melakukan analisa
sensitivitas emisi CO? transportasi berdasarkan jarak pengiriman dan jenis bahan
bakar kapal, yakni biodiesel, MFO, dan LNG. Hasil menunjukkan biodiesel
memiliki laju peningkatan emisi tertinggi, yaitu 6,54×10?? ton CO?/MWh/km, lebih
besar dibandingkan MFO dan LNG. Perbedaan ini dipengaruhi oleh nilai Net
Calorific Value (NCV) dan Emission Factor (EF) emisi masing-masing bahan
bakar. LNG, dengan efisiensi energi tinggi dan EF rendah, menjadi opsi transportasi
paling ramah lingkungan. Oleh karena itu, lokasi produksi amonia sebaiknya
dioptimalkan agar dekat dengan PLTU untuk mengurangi emisi dan biaya
transportasi.
Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa harga bahan bakar amonia sangat
memengaruhi keekonomian co-firing. Agar biaya penghindaran karbon dari cofiring
dapat bersaing dengan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) yang
memiliki avoidance cost sebesar 105,59 USD/ton CO?, harga amonia perlu berada
pada kisaran kompetitif sekitar 230 USD/ton. Temuan ini menegaskan pentingnya
dukungan kebijakan harga domestik dan pengembangan ekosistem produksi
amonia rendah karbon untuk mendorong transisi energi yang efisien, terjangkau,
dan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi co-firing amonia,
khususnya dengan blue dan green ammonia, memiliki potensi kuat sebagai solusi
transisi energi. Teknologi ini mampu mengurangi emisi secara signifikan dan dapat
diterapkan dengan cepat tanpa investasi besar seperti pembangunan pembangkit
EBT atau instalasi CCS, karena hanya memerlukan modifikasi kecil pada sistem
PLTU yang sudah ada. Namun agar layak secara ekonomi, diperlukan dukungan
kebijakan, seperti penetapan harga domestik untuk amonia, subsidi untuk amonia
rendah karbon, atau skema Domestic Market Obligation (DMO) sebagaimana
diterapkan pada batubara. Dengan kebijakan yang tepat, teknologi ini dapat
mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) secara bertahap dan
berkelanjutan.
Perpustakaan Digital ITB