Ruang terbuka hijau merupakan salah satu elemen penting pembentuk kota, tidak
hanya sebatas membentuk citra dan estetika kota akan tetapi memiliki peran yang
jauh lebih besar yaitu sebagai ruang yang menjaga kelestarian lingkungan alami,
penyeimbang antara kawasan budidaya dan lindung serta dapat menjamin
ketersediaan air tanah di kawasan perkotaan. Menyadari akan pentingnya
keberadaan ruang terbuka hijau, ditetapkanlah kebijakan yang mengamanatkan
kewajiban bagi pemerintah daerah untuk menyediakan RTH publik sebesar 20%
dari luas wilayah administrasinya. Kewajiban tersebut berlaku untuk seluruh
kabupaten/kota di Indonesia, tidak terkecuali Kota Bandung. Dalam rangka
menindaklanjuti kewajiban penyediaan RTH publik tersebut, Pemerintah Daerah
Kota Bandung mengeluarkan beberapa kebijakan publik skala lokal sebagai
landasan operasional pelaksanaan penyediaan RTH publik di Kota Bandung.
Sepuluh tahun sejak disahkannya kebijakan tersebut, Kota Bandung hanya
memiliki 6,42% RTH publik. Apakah disebabkan oleh kelemahan dalam proses
implementasi atau bersumber dari kebijakan yang tidak memadai untuk dijadikan
sebagai acuan pelaksanaan penyediaan RTH publik sehingga pencapaian jauh dari
target yang ditetapkan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu dilakukan
kajian evaluasi kebijakan yang dapat memberikan gambaran terhadap kualitas
kebijakan penyediaan RTH publik Kota Bandung berdasarkan penilaian kriteria
good public policy.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran melalui pendekatan
kelembagaan (legal-formal) dan pendekatan pragmatisme. Metode pengumpulan
data dilakukan dengan metode pengumpulan data sekunder. Dalam proses analisis
evaluasi, penelitian ini mengandalkan metode analisis kebijakan semu yang
menggunakan kriteria dan indikator good public policy sebagai barometer evaluasi
kualitas kebijakan. Kriteria dan indikator dirumuskan berdasarkan teori ruang
terbuka hijau, teori kebijakan publik dan teori analisis kebijakan. Hasil perumusan
menghasilkan 4 kriteria, 11 sub kriteria dan 24 indikator penilaian. Empat kriteria
good public policy tersebut, yaitu: (a) lengkap; (b) operasional; (c) terpadu; (c)
akuntabel. Proses analisis dilakukan melalui empat tahap pengukuran: (1)
pengukuran indikator; (2) pengukuran sub kriteria; (3) pengukuran kriteria; (4)
pengukuran kualitas kebijakan. Pengukuran menggunakan skala biner, bobot dan
interval. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, kebijakan publik
penyediaan RTH Kota Bandung termasuk pada tingkat good public policy karena
dapat memenuhi kriteria lengkap, operasional, integrasi dan akuntabel. Kedua,
Kebijakan penyediaan RTH publik Kota Bandung adalah kebijakan yang lengkap
artinya kebijakan tersebut sudah berhierarki, memiliki tujuan dan sasaran yang jelas
serta telah mengakomodir keterlibatan setiap pemangku kepentingan. Ketiga,
Kebijakan penyediaan RTH publik Kota Bandung adalah kebijakan yang
operasional artinya kebijakan tersebut dapat dijadikan acuan pelaksanaan
pembangunan RTH publik karena memiliki target-target pencapaian yang detail
dan dinyatakan dalam istilah terukur. Keempat, kebijakan penyediaan RTH publik
Kota Bandung adalah kebijakan yang terpadu artinya kebijakan tersebut merupakanii
kebijakan yang selaras, terorganisir, dan tidak tumpang tindih antar tiap
kebijakannya, bersifat adil, tidak memihak, dan fokus kepada tujuan penyediaan
fasilitas publik. Kelima, kebijakan penyediaan RTH publik Kota Bandung adalah
kebijakan yang akuntabel artinya kebijakan tersebut bersifat evaluatif, terbuka,
transparan dan dapat mengakomodir perubahan, tantangan dan peluang yang
dihadapi. Keenam, belum terpenuhinya target pencapaian 20% RTH Kota Bandung
disebabkan oleh lemahnya kinerja pelaksanaan pembangunan RTH Kota Bandung dan
bukan karena kebijakan penyediaan RTH yang tidak memadai.
Perpustakaan Digital ITB