Selama fase studi awal proyek, ditemukan bahwa kondisi tanah hasil galian di lokasi konstruksi didominasi oleh clay shale dan claystone. Shale sebagian besar terbentuk dari batuan sedimen yang terdiri dari partikel-partikel dengan ukuran dari yang sangat halus hingga berukuran lempung. Sebagian besar shale memiliki lapisan-lapisan dan cenderung untuk membelah atau terpecah sepanjang bidang laminasinya. Batuan ini cenderung membelah di sepanjang permukaan yang halus dan datar yang sejajar dengan lapisan-lapisannya (bidang lapisan). Jika suatu tanah tidak menunjukkan ciri-ciri ini, maka tanah tersebut masuk dalam kategori mudstone atau clayrock (Terzaghi et al., 1996). Beberapa masalah geoteknik yang dihadapi dalam perencanaan dan pelaksanaan pondasi adalah akibat keberadaan lapisan tanah clay shale yang mengandung montmorillonite pada timbunan jalan tol Cipularang yang menghubungkan Jakarta - Bandung (Irsyam, 2007). Sampel tanah yang diuji menunjukkan hasil tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang tinggi, bebas bahan organik, dengan batas plastis (plastic limit) 14,6%, batas cair (liquid limit) 26,2%, dan indeks plastisitas (plasticity index) 11,6% serta mengandung lebih dari 35% material yang lolos saringan No. 200, dengan nilai sebesar 90,99%. Oleh karena itu, sampel tanah diklasifikasikan sebagai CL menurut klasifikasi USCS dan sebagai tanah lempung A-6 (A-6 clayey soils) menurut klasifikasi AASHTO. Nilai CBR sekitar 3,02%, yang tidak memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan dalam SNI 03-1744-1989, yaitu setidaknya 6%. Dengan demikian, pemahaman mendalam tentang karakteristik mekanik clay shale, dikombinasikan dengan stabilisasi geopolimer, adalah salah satu pendekatan kunci untuk meningkatkan kualitas tanah dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek konstruksi jalan.
Perpustakaan Digital ITB