Dialog memegang peranan sentral dalam proses desain arsitektur sebagai sarana utama pertukaran ide, klarifikasi kebutuhan, dan penerjemahan regulasi ke dalam solusi desain. Pemanfaatan AI generatif berbasis teks seperti ChatGPT sebagai mitra percakapan menawarkan potensi untuk memperkuat peran ini, terutama dalam pemenuhan konteks regulasi pada desain. Namun, kemampuan GPT dalam menghasilkan saran desain yang akurat dan relevan secara sadar konteks (context- aware reasoning) belum dievaluasi secara sistematis dalam kerangka tugas praktik arsitektur. Tanpa evaluasi yang jelas mengenai penerapan kompetensi ini, penggunaan AI sebagai mitra percakapan berpotensi menghasilkan solusi desain yang tidak sesuai regulasi atau bahkan menyesatkan bagi pengguna awam maupun profesional.
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran. Pada tahap kuantitatif, dikembangkan dahulu instrumen Contextual Reasoning Competence (CRC) berdasarkan kajian literatur sebagai kerangka ukur jawaban GPT default dan custom. Instrumen ini terbagi mejadi empat dimensi penalaran yang representatif dengan penalaran dalam tahapan kerja arsitek. Tahapan tersebut adalah Regulatory Comprehension (RC), Regulatory-to-Design Translation (RDT), Visual Compliance Audit (VCA), dan Design Adjustment with Compliance (DAC). Penilaian dilakukan oleh 100 responden sintetis yang dihasilkan melalui ChatGPT, GPT diminta mensimulasikan penilaian menggunakan skala Likert sesuai profil responden ahli dan awam. Kemudian skor yang didapatkan dianalisis menggunakan uji non-parametrik Wilcoxon signed-rank untuk membandingkan performa antarmodel dan uji Mann–Whitney untuk mengidentifikasi perbedaan persepsi antara kelompok ahli dan awam.
Pada tahap kualitatif, seluruh jawaban Custom GPT dianalisis menggunakan teknik content analysis melalui dua kerangka kerja. Pertama, representational elements of design conversation yang mengelompokkan isi percakapan ke dalam empat kategori yaitu functional, perceptual, phenomenological, dan symbolic. Kerangka kedua adalah repertoire of architect-generated conversation yang memetakan strategi komunikasi khas arsitek dalam percakapan desain, seperti follow-on question, explicit questioning, fact gathering, hingga intervention to user’s idea, Melalui kerangka pertama setiap kemunculan kategori dihitung secara akumulatif untuk memetakan dominansi representasi desain pada jawaban custom GPT. Sedangkan pada kerangka kedua pemetaan dilakukan secara biner, artinya jika strategi terdeteksi pada jawaban custom GPT maka diberikan nilai 1, sebaliknya 0
berarti jawaban tidak menggunakan strategi tersebut. Analisis kualitatif ini dilakukan pada jawaban custom GPT dari setiap tahap.
Hasil kuantitatif menunjukkan bahwa Custom GPT unggul signifikan dibanding Default pada tiga tahap pertama, yaitu RC, RDT, dan VCA (Wilcoxon p < 0.0001), dengan penyempitan jarak persepsi antara kelompok ahli dan awam walaupun tetap ada perbedaan. Pada tahap DAC, perbedaan skor antara default dan custom tidak signifikan, namun kesenjangan persepsi ahli–awam tetap tinggi (Mann–Whitney p
< 0.0001). Temuan ini mengindikasikan bahwa kustomisasi berbasis regulasi efektif untuk meningkatkan kompetensi context-aware reasoning pada konteks regulatif–desain, juga mengatasi keterbatasan pengetahuan teknis. Berdasarkan temuan pada dimensi terakhir, dibutuhkan instruksi yang lebih fleksibel dalam mengonfigurasi custom GPT untuk mendukung tugas yang bersifat adaptif dan kreatif.
Secara kualitatif, respons Custom GPT didominasi oleh elemen functional, diikuti secara berurutan oleh perceptual dan phenomenological. Dominasi functional menunjukkan fokus model pada penerjemahan regulasi menjadi arahan teknis yang dapat diterapkan, sedangkan elemen perceptual dan phenomenological mengindikasikan perhatian terhadap pengalaman pengguna dan implikasi spasial dari desain. Berdasarkan temuan dari jawaban custom GPT pada tiap tahap, model ini mampu mereplikasi lima dari enam komponen percakapan arsitek, dengan perbedaan karakteristik antartahap yang mencerminkan pergeseran dari percakapan informatif menuju interaksi yang lebih kolaboratif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan pengumpulan data alternatif yaitu data sintetis. Penggunaan data sintetis dari simulasi penilaian oleh ChatGPT memungkinkan eksperimen dilakukan secara terkontrol, berulang, dan tanpa bias perilaku manusia. Namun, sistem GPT terbatas pada produksi data secara probabilistik melalui dataset yang tersedia, ia tidak dirancang untuk mereplikasi dinamika psikis manusia saat menentukan pilihan. Ini membatasi validitas eksternal hasil penelitian. Oleh karena itu, penelitian lanjutan direkomendasikan untuk menguji performa Custom GPT melalui interaksi nyata dengan pengguna manusia, sehingga adaptasi percakapan, kreativitas, dan persepsi pengguna dapat dievaluasi lebih komprehensif.
Secara keseluruhan, temuan ini menegaskan bahwa Custom GPT yang dikustomisasi dengan pengetahuan regulatif memiliki kompetensi awal context- aware reasoning yang memadai untuk mendukung praktik arsitektur melalui percakapan untuk memenuhi regulasi keandalan bangunan secara akurat dan apikatif. Prototipe ini memiliki potensi tinggi terutama karena di Indonesia desain dituntut patuh terhadap standar keandalan bangunan sebagai acuan manfaat. Selain itu prototipe masih belum mampu merepresentasikan informasi elemen simbolik melalui jawabannya, mengindikasikan investigasi terhadap dimensi penalaran yang lebih luas lagi dalam praktik arsitektur sebagai rekomendasi lanjutan pada penelitian AI generatif berbasis teks sebagai mitra percakapan perancangan arsitektur.
Perpustakaan Digital ITB