DAFTAR PUSTAKA ERWIN SYAHPUTRA RAMBE
EMBARGO  2028-08-15 
EMBARGO  2028-08-15 
LAMPIRAN ERWIN SYAHPUTRA RAMBE
EMBARGO  2028-08-15 
EMBARGO  2028-08-15 
Peristiwa terkait perubahan iklim seperti banjir rob telah menjadi tantangan bagi pengelolaan risiko bencana. Terdapat kebutuhan untuk mengembangkan upaya untuk mengurangi risiko dan kerentanan terhadap banjir rob, khususnya di wilayah pesisir yang menghadapi berbagai ancaman lingkungan. Untuk mengatasi perubahan iklim dan risiko banjir rob, banyak penelitian mendorong penguatan ketahanan masyarakat pesisir. Salah satu pendekatan yang diidentifikasi dalam literatur adalah rehabilitasi mangrove sebagai upaya adaptasi perubahan iklim. Namun, di tingkat lokal, terjadi degradasi ekosistem mangrove di Desa Pantai Bahagia, yang menimbulkan dampak terhadap ketahanan masyarakat pesisir. Upaya rehabilitasi mangrove membutuhkan kolaborasi multipihak yang efektif, namun dalam praktiknya sering dihadapkan pada berbagai hambatan. Sejumlah studi mengusulkan konsep tata kelola kolaboratif sebagai pendekatan untuk memfasilitasi kemitraan multi-pemangku kepentingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tata kelola kolaboratif dalam rehabilitasi mangrove sebagai langkah adaptasi perubahan iklim terhadap risiko banjir rob di Desa Pantai Bahagia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus, dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap perwakilan kelompok masyarakat, pemerintah, NGO, dan sektor swasta, serta telaah dokumen kebijakan dan observasi lapangan, kemudian dianalisis menggunakan kerangka tata kelola kolaboratif yang diusulkan oleh Emerson dkk., (2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi dalam rehabilitasi mangrove di Desa Pantai Bahagia masih menghadapi berbagai hambatan. Pada komponen penggerakan prinsip bersama, kolaborasi terhambat oleh fragmentasi kelembagaan, serta kurangnya visi dan dialog lintas aktor. Dari sisi motivasi bersama, adanya ketimpangan kekuasaan dan lemahnya komitmen berkelanjutan. Sementara itu, pada komponen kapasitas untuk bertindak bersama, belum adanya pengaturan kelembagaan formal, forum koordinasi, serta lemahnya kepemimpinan dan fasilitasi. Hal tersebut berdampak kepada tindakan kolaboratif, yang meskipun mencakup pembibitan, penanaman, perawatan, dan monitoring, masih terfragmentasi dan belum terkoordinasi dalam rencana jangka panjang, serta gagal menghasilkan small wins yang mampu mempertahankan partisipasi aktor. Akibatnya, outcomes kolaborasi terhadap ketahanan masyarakat
pesisir masih terbatas dan belum mencapai perubahan ekologis, sosial, ekonomi, dan kelembagaan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa perlunya penguatan kelembagaan kolaboratif, pemerataan kepemimpinan lintas aktor, serta penyusunan rencana strategis jangka panjang yang terintegrasi untuk memastikan rehabilitasi mangrove dapat berkontribusi secara optimal terhadap ketahanan masyarakat pesisir secara berkelanjutan.
Perpustakaan Digital ITB