digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
PUBLIC Open In Flipbook Nugi Nugraha

Isu perubahan iklim global semakin menguatkan urgensi untuk menilai dan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari berbagai sektor, termasuk pengelolaan air limbah domestik di kawasan urban. Kota Bandung, sebagai salah satu kota besar dengan kepadatan penduduk yang tinggi, menghadapi tantangan kompleks dalam penyediaan layanan sanitasi yang efisien dan berkelanjutan. Sistem pengelolaan limbah domestik yang digunakan saat ini masih didominasi oleh sistem individual berupa tangki septik, dengan sebagian lainnya mengandalkan fasilitas pengolahan terpusat (IPAL komunal) yang belum optimal secara operasional. Dalam konteks ini, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi, mengukur dan menganalisis kontribusi emisi GRK, khususnya metana (CH?), karbon dioksida (CO?) dan dinitrogen oksida (N?O), dari dua sistem utama untuk air limbah di Kota Bandung, yaitu IPAL komunal dan tangki septik. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengukur dan membandingkan tingkat emisi GRK yang dihasilkan oleh sistem pengolahan air limbah domestik komunal dan individual, serta mengevaluasi efisiensi sistem tersebut dalam menekan dampak lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendekatan yang digunakan mencakup pengukuran langsung dengan metode ruang fluks dan gas analyser, pengambilan dan analisis sampel di laboratorium menggunakan teknik Gas Chromatography (GC-TCD), serta perhitungan teoritis berbasis panduan IPCC 2019. Studi dilakukan pada empat lokasi penelitian yang mewakili kedua sistem, dengan pengambilan data empiris selama satu hari di masing-masing lokasi. Data primer dikumpulkan melalui pengukuran fluks emisi, diiringi dengan pengambilan sampel air limbah dan gas. Data sekunder diperoleh dari berbagai lembaga, termasuk BPS, KLHK, serta wawancara dengan pengelola unit sistem sanitasi.Hasil pengukuran menunjukkan bahwa sistem tangki septik menghasilkan emisi GRK lebih tinggi dibanding IPAL komunal. CH? pada tangki septik tercatat sebesar 0,44 kg/orang/tahun, sementara IPAL komunal berkisar 0,58 kg/orang/tahun. Emisi CO? dari tangki septik jauh lebih tinggi, mencapai 1,88kg/orang/tahun, dibanding IPAL (0,31 kg/orang/tahun). Untuk N?O, hasil GC menunjukkan konsentrasi 0,01 kg/orang/tahun dari tangki septik dan 0,03 kg/orang/tahun dari IPAL. Sehingga, estimasi total emisi tahunan Kota Bandung dari sektor limbah domestik masing-masing GRK, gas CO? seberat 2,2 Gg, gas CH? 0,8 Gg dan N?O 0,04 Gg, dengan dominasi dari sistem tangki septik. Jika dibandingkan dengan penelitian sejenis, seperti Leverenz et al. (2010) dan Ddiba et al. (2024), penelitian ini menawarkan dua keunggulan penting: penggunaan metode gabungan pengukuran langsung dan perhitungan teoritis, serta penerapan pendekatan lokasi-spesifik yang relevan dengan karakteristik wilayah tropis dan urban di Indonesia. Pendekatan analisis diferensial terhadap fluks gas secara waktu nyata menghasilkan data emisi yang lebih akurat daripada model default IPCC semata. Selain itu, integrasi uji statistik komparasi dan korelasi memungkinkan identifikasi parameter utama yang berpengaruh terhadap variasi emisi GRK antar sistem, seperti kadar BOD, COD dan suhu limbah. Kebaruan dari penelitian ini terletak pada integrasi pengukuran emisi GRK dari sistem pengelolaan limbah domestik di lingkungan urban padat, yang memadukan metode ruang fluks dengan evaluasi laboratorium dan simulasi IPCC dalam satu studi terpadu. Belum ada studi sebelumnya yang mengkaji secara komprehensif perbedaan emisi CH?, CO? dan N?O antar sistem IPAL komunal dan tangki septik di wilayah perkotaan Indonesia, apalagi dengan memperhitungkan skala populasi dan distribusi sistem secara aktual.Kontribusi utama penelitian ini terhadap ilmu pengetahuan adalah penyediaan data dasar emisi GRK dari sektor sanitasi domestik di negara berkembang, khususnya dalam konteks urbanisasi dan sistem sanitasi campuran. Temuan ini memberikan landasan empiris untuk kebijakan pengurangan emisi GRK dari sektor limbah, termasuk peningkatan efisiensi sistem IPAL komunal, adopsi teknologi pemanfaatan biogas dari tangki septik, serta pengembangan strategi sanitasi rendah karbon di tingkat kota. Penelitian ini juga membuka peluang untuk integrasi data emisi sektor sanitasi dalam inventarisasi GRK nasional, serta pengembangan model mitigasi berbasis spasial dan sosial-ekonomi.