Pertumbuhan industri hilirisasi mineral di Indonesia mendorong peningkatan
volume tailing, limbah B3 hasil pengolahan bijih mineral, yang menimbulkan
tantangan besar dalam aspek pengelolaan lingkungan. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis dan membandingkan efisiensi biaya serta dampak hidrogeologi
dari dua metode penempatan tailing—timbunan tailing kering dan bendungan
tailing slurry—berdasarkan studi kasus di Palu, Sulawesi Tengah. Evaluasi
dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif melalui kajian literatur,
survei lapangan, pengumpulan data teknis dan biaya, serta simulasi hidrogeologi.
Penelitian menemukan bahwa metode timbunan tailing kerimg memiliki potensi
efisiensi biaya tertinggi, serta risiko hidrogeologi relatif lebih rendah dibandingkan
bedungan tailing slurry. Metode bendungan menawarkan kapasitas tampung yang
lebih besar namun membutuhkan infrastruktur yang kompleks serta berisiko lebih
tinggi terhadap pencemaran air tanah dan ketidakstabilan struktur. Penilaian
mencakup aspek biaya modal, operasional, dan penutupan, serta potensi
pencemaran air tanah berdasarkan konduktivitas hidraulik, pergerakan lindi, dan
kondisi geologi lokal.
Hasil penelitian merekomendasikan metode penimbunan tailing kering sebagai
pendekatan yang sesuai dalam konteks regulasi nasional dan keberlanjutan
lingkungan. Temuan ini diharapkan dapat mendukung pengambilan keputusan
dalam pengelolaan tailing secara efektif dan bertanggung jawab, sejalan dengan
kebijakan perlindungan lingkungan dan praktik pertambangan berkelanjutan di
Indonesia.
Perpustakaan Digital ITB