Ketahanan pangan di Indonesia menghadapi tekanan akibat pertumbuhan penduduk dan penurunan produksi pangan. Hal tersebut ditunjukkan dengan luas panen padi yang menurun pada beberapa tahun terakhir. Kondisi ini mendorong perlunya diversifikasi pangan berbasis komoditas lokal sebagai alternatif, salah satunya adalah pengembangan porang (Amorphophallus muelleri) yang memiliki manfaat di berbagai sektor industri. KPGA merupakan salah satu koperasi agro yang mengembangkan usaha porang dengan melibatkan petani lokal di sekitar Kabupaten Garut. Dalam praktiknya, KPGA masih menghadapi beberapa tantangan seperti harga umbi yang berfluktuasi, sistem distribusi belum efisien, dan keterbatasan dalam kelembagaan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi manajemen usaha melalui pendekatan Business Model Canvas (BMC) yang diintegrasikan ke dalam Balanced Scorecard (BSC). Data primer dan sekunder yang didapat dianalisis secara deskriptif kuantitatif untuk menjelaskan ketersediaan dan rantai distribusi umbi porang di KPGA, serta dilengkapi dengan analisis kelayakan finansial untuk menilai profitabilitas usaha. Sementara itu, model bisnis KPGA disusun melalui analisis SWOT-BMC yang nantinya dipetakan ke dalam empat perspektif BSC untuk menyusun strategi manajemen usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan umbi porang di sekitar Kabupaten Garut cukup potensial untuk memenuhi kebutuhan penjualan KPGA, meskipun KPGA masih memiliki tantangan dalam mengatasi ketidakstabilan harga dan pemerataan keuntungan dalam rantai distribusi. KPGA menunjukkan kelayakan finansial berdasarkan nilai NPV, B/C ratio, payback period, dan BEP secara berturut-turut sebesar Rp1.011.238.818,73; 1,41; 10 bulan; dan 3,78 ton. Namun, nilai IRR sebesar 7,82% menunjukkan bahwa usaha KPGA belum mencapai tingkat pengembalian yang optimal dan belum sepenuhnya menguntungkan. Model bisnis KPGA yang ideal menunjukkan value proposition berupa pasokan umbi dan bibit berkualitas, harga kompetitif, menjadi mitra terpercaya, dan menyediakan produk turunan porang. Key resources meliputi umbi porang, gedung penyimpanan, jaringan pengepul dan petani, tim koperasi, fasilitas pengolahan pascapanen, dan sistem digital internal. Key activities berupa penyortiran, penyimpanan, manajemen stok, negosiasi harga, kontrak penjualan, distribusi, dan pencacatan aktivitas. Key
partners meliputi kelompok petani mitra, pengepul, ASPEPORIN, dinas pertanian, serta lembaga tersertifikasi dan keuangan. Customer segments meliputi industri pengolah porang, distributor lokal, petani non-mitra, dan pasar ekspor. Channels melalui penjualan langsung dan distribusi via distributor lokal. Customer relationships dibangun melalui komunikasi aktif dan rutin serta menerapkan sistem CRM. Revenue streams diperoleh dari penjualan umbi porang, umbi katak, dan produk turunan. Cost structure meliputi modal budidaya petani mitra, pembangunan sarana dan prasarana, pajak, biaya pemeliharaan, dan biaya operasional. Selain itu, dirumuskan 13 strategi utama; diantaranya menjamin kualitas dan standar produk, mengembangkan produk olahan, meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan, memperluas segmen pasar porang, meningkatkan kompetensi SDM, mengoptimalkan pemanfaatan aset, meningkatkan investasi teknologi dan sarana, mengembangkan kemitraan strategis, memperkuat kanal distribusi, meningkatan efisiensi proses distribusi dan penyimpanan, meningkatkan sumber pendapatan, menurunkan beban usaha, dan meningkatkan dukungan pembiayaan terhadap petani mitra. Strategi ini diharapkan mampu memperkuat posisi KPGA agar tetap kompetitif di tengah dinamika dan ketidakpastian pasar porang.
Perpustakaan Digital ITB