digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Marcellina Kristin
PUBLIC Open In Flipbook Esha Mustika Dewi

Kabupaten Garut dikenal sebagai salah satu daerah penghasil produk penyamakan kulit di Indonesia dengan daerah Sukaregang sebagai sentra produksinya. Keberadaan industri ini memberikan dampak positif secara ekonomi bagi daerah dan masyarakat sekitar. Kendati demikian, pabrik mengeluarkan limbah cair penyamakan kulit yang mencemari sungai. Dampak negatif tersebut terjadi karena limbah mengandung bahan berbahaya seperti logam kromium. Air limbah ini umumnya tidak diolah dalam instalasi pengolahan air limbah yang standar sebelum dibuang ke sungai. Salah satu sungai yang mengalami pencemaran akibat limbah tersebut adalah Sungai Ciwalen. Sungai ini merupakan anak Sungai Cimanuk yang melintasi Sukaregang. Air sungai yang tercemar ini menimbulkan bau busuk dan masalah kesehatan bagi penduduk sekitarnya. Air sungai yang tercemar juga masih dimanfaatkan oleh petani untuk mengairi lahan pertanian terutama sawah penduduk. Instalasi pengolahan air limbah yang dibangun pemerintah daerah di tiga titik sudah tidak berfungsi karena kompleksitas masalah manajemen, pendanaan, dan aspek teknis. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis penanganan limbah penyamakan kulit di Kabupaten Garut dengan analisis stakeholder. Hasil dari penelitian ini akan dibuat rekomendasi untuk mengatasi masalah penanganan dan pengelolaan limbah penyamakan kulit di Kabupaten Garut. Analisis stakeholder dilakukan dengan menggunakan Matrix of Alliance, Conflicts, Tactics Objective and Recomendations (MACTOR). Stakeholder terdiri atas pengusaha penyamakan kulit (A1), masyarakat (A2), penjaga IPAL (A3), perguruan tinggi (A4), APKI (Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia) (A5), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) (A6), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) (A7), dan pemerintah daerah Kabupaten Garut (A8). Hasil analisis MACTOR dan teori perubahan digunakan dalam perumusan rekomendasi. Teori perubahan merupakan metode yang menjelaskan bagaimana aktivitas/intervensi yang diberikan dapat mengarahkan kelompok target mencapai perubahan positif. Perhitungan Indeks Pencemaran air sungai menunjukkan bahwa pada musim kemarau, Sungai Ciwalen memiliki status cemar berat untuk kategori air kelas I dan cemar sedang untuk air kelas II hingga IV, sedangkan pada musim hujan, Sungai Ciwalen memiliki status cemar berat untuk air kelas I, cemar sedang untuk air kelas II dan III, serta cemar ringan untuk air kelas IV. Hal ini dapat terjadi karena proses self purification yang dipengaruhi oleh musim dan debit air. Dari analisis MACTOR diperoleh parameter atau indikator berupa: (a) posisi kebergantungan dan pengaruh dari stakeholder, (b) daya saing, (c) derajat mobilitas, (d) divergensi, dan konvergensi antar stakeholder, serta (e) hubungan stakeholder dengan sasaran strategis yang sebelumnya telah dirumuskan dari hasil wawancara dan observasi. Pemangku kepentingan dengan pengaruh yang paling besar dalam keberhasilan pengelolaan dan penanganan limbah penyamakan kulit di Kabupaten Garut adalah pemerintah daerah yang terdiri dari kepala daerah kabupaten dan DPRD. Namun demikian, diindikasikan dengan kebergantungan yang rendah, pemerintah daerah perlu meningkatkan pelibatan dan kerja sama dengan stakeholder lain untuk menyelesaikan permasalahan. Tidak tertanganinya limbah penyamakan kulit salah satunya disebabkan karena koordinasi yang kurang baik antar stakeholder. Hal ini disadari oleh stakeholder dan sejalan dengan hasil analisis MACTOR yaitu perbaikan koordinasi antar stakeholder merupakan sasaran strategis yang diutamakan dan menjadi kunci dalam menyelesaikan masalah serta mencapai sasaran strategis lainnya. Melalui analisis MACTOR dapat diketahui aktivitas yang mungkin dan tidak mungkin dilakukan dari stakeholder. Hal yang mungkin dilakukan menjadi bagian dari perumusan teori perubahan. Berdasarkan diagram masalah yang dibuat untuk analisis situasi dalam metode teori perubahan diketahui bahwa akar permasalahan dalam penanganan dan pengelolaan limbah cair industri penyamakan kulit merupakan masalah koordinasi dan kesadaran stakeholder yang menyebabkan masalah lainnya menjadi kompleks seperti masalah lingkungan, ekonomi, dan sosial. Rekomendasi yang diajukan dalam rangka mengatasi permasalahan limbah industri penyamakan kulit di Kabupaten Garut adalah sebagai berikut: (1) Mengadakan forum/dialog antar stakeholder secara terbuka untuk meningkatkan kepercayaan dan memperbaiki koordinasi antar stakeholder sesuai dengan asas collaborative governance, (2) Pemerintah daerah bekerja sama dengan APKI dalam mengadakan penyuluhan kepada pengusaha penyamak kulit untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta dalam pengolahan limbah, (3) Melakukan evaluasi baik secara internal oleh pemerintah daerah dengan melibatkan SKPD terkait maupun oleh DPRD terhadap upaya penanganan masalah limbah penyamakan kulit secara berkala, (4) Pengoperasian kembali IPAL komunal oleh DLH, dibantu tenaga ahli yang kompeten dibidangnya dengan komitmen pendanaan dari pemerintah daerah dan pengusaha, (5) Pemerintah daerah mewajibkan pengusaha penyamak kulit skala besar hingga mikro memiliki bak endapan untuk pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai, (6) Penertiban izin dan penegakan sanksi administratif sebagai upaya preventif dan represif dalam pengendalian usaha penyamakan kulit, (7) Pembangunan kawasan industri baru untuk pengusaha penyamakan kulit dengan perencanaan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang sesuai RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Garut, (8) Penggunaan bahan penyamak nabati sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan, (9) Alternatif pengolahan limbah dengan biaya yang lebih rendah berupa teknologi fitoremediasi, dan (10) Pemantauan kondisi air sungai secara berkala oleh DLH bekerja sama dengan pihak swasta atau perguruan tinggi.