digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ramadhani Ari Sriutomo
PUBLIC Open In Flipbook Ridha Pratama Rusli

Krisis energi dan meningkatnya kebutuhan akan sumber energi berkelanjutan mendorong berbagai upaya diversifikasi energi, salah satunya melalui penerapan teknologi co-firing biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar alternatif dalam proses co-firing di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara, dengan studi kasus di PLTU Indramayu. Hal ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan energi dan komitmen Indonesia untuk meningkatkan bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sesuai target nasional, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap batubara sebagai sumber energi utama. Co-firing, yaitu pencampuran batubara dengan biomassa, dinilai sebagai salah satu strategi yang paling layak secara teknis dan ekonomis untuk transisi energi menuju rendah karbon. Penelitian ini mencakup analisis aspek kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pasokan biomassa yang dapat digunakan sebagai bahan bakar co-firing. Dua jenis biomassa yang dianalisis adalah sekam padi dan serbuk kayu, yang tersedia di wilayah sekitar PLTU Indramayu, khususnya dari Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kajian dilakukan secara menyeluruh, mencakup aspek kualitas melalui pemodelan termodinamika menggunakan perangkat lunak Aspen Plus, serta aspek kuantitas dan kontinuitas melalui optimasi rantai pasok menggunakan perangkat lunak LINGO berbasis pemrograman linear. Analisis difokuskan pada skenario co-firing dengan rasio campuran biomassa terhadap batubara antara 1% hingga 5%. Pemodelan proses co-firing dilakukan menggunakan perangkat lunak Aspen Plus untuk menganalisis kinerja termal dan emisi dari berbagai rasio campuran biomassa-batubara, mulai dari 1% hingga 5%. Sementara itu, perangkat lunak LINGO digunakan untuk mengoptimasi rantai pasok dengan mempertimbangkan aspek biaya, kapasitas pemasok, dan jarak transportasi. Hasil simulasi Aspen Plus menunjukkan bahwa penerapan co-firing biomassa hingga 5% tidak menurunkan efisiensi termal secara signifikan dan masih memenuhi batasan teknis operasi pembangkit. Selain itu, terjadi penurunan emisi gas rumah kaca seperti CO?, SO?, dan NO?, yang menunjukkan manfaat lingkungan dari penerapan teknologi ini. Temuan ini menegaskan bahwa co-firing tidak hanya feasible dari sisi teknis, tetapi juga memberikan manfaat lingkungan yang substansial. Namun demikian, dari sisi kuantitas, hasil identifikasi menunjukkan bahwa total kapasitas pasokan biomassa dari pemasok eksisting di sekitar PLTU Indramayu hanya mencapai sekitar 4.330 ton per bulan, jauh di bawah kebutuhan sebesar 14.070 ton per bulan untuk mencapai rasio co-firing 5%. Hal ini menciptakan defisit pasokan sebesar 9.740 ton per bulan. Untuk mengatasi defisit pasokan ini, melalui pemodelan optimasi rantai pasok menggunakan LINGO, diperoleh skenario pengadaan dengan biaya minimum sebesar Rp11,19 miliar per bulan. Untuk mengatasi kekurangan pasokan ini, direkomendasikan pengembangan Hutan Tanaman Energi (HTE) seluas 2.338 hektar. Dua lokasi potensial telah diidentifikasi dengan luas masing-masing 1.400 hingga 1.600 hektar, yang secara geografis dekat dengan PLTU dan secara teknis memenuhi syarat pengembangan. Penelitian ini membuktikan bahwa strategi co-firing biomassa tidak hanya layak secara teknis dan lingkungan, tetapi juga memungkinkan untuk dioptimalkan dari sisi biaya dan logistik dengan pendekatan pemrograman linear. Namun, keberhasilan jangka panjang dari implementasi ini sangat bergantung pada kesinambungan pasokan biomassa, dukungan infrastruktur logistik, serta integrasi kebijakan yang mendorong investasi dalam rantai pasok biomassa. Hasil studi ini diharapkan menjadi acuan strategis dalam pengembangan implementasi co-firing biomassa secara nasional guna mendukung target bauran energi baru terbarukan dan transisi menuju sistem energi yang lebih bersih.