digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kemampuan penalaran dan koneksi matematis berdasarkan standar NCTM antara siswa penghafal dan bukan penghafal Al-Qur’an, serta mengeksplorasi faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar mereka. Latar belakang penelitian ini didasari oleh kebutuhan untuk memahami bagaimana kebiasaan kognitif yang terbangun dari aktivitas keagamaan, seperti menghafal Al-Qur’an, dapat membentuk struktur berpikir matematis siswa. Menghafal dianggap tidak hanya melatih daya ingat, tetapi juga ketekunan, disiplin berpikir, serta kepekaan terhadap pola, yang semuanya penting dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari tes pretest dan posttest pada dua kelompok siswa dari sekolah dengan karakteristik awal yang srupa, sementara data kualitatif dihimpun melalui wawancara, angket, serta analisis jawaban tertulis siswa pada instrumen tes tepatnya terhadap soal posttest. Analisis kuantitatif melibatkan uji normalitas Shapiro-Wilk, uji homogenitas Levene, uji beda Mann-Whitney, scatter plot kuadran, scatter plot matrix, serta analisis kategori berdasarkan minat belajar khusus pada kelompok siswa penghafal. Hasil temuan menunjukkan bahwa siswa penghafal Al-Qur’an lebih menonjol dalam kemampuan argumentatif, evaluatif, dan koneksi konseptual antarkonsep dalam ranah matematika, dengan performa yang cenderung stabil dari pretest ke posttest. Mereka menunjukkan kecermatan dalam menyusun argumen dan mengevaluasi solusi, meskipun tidak selalu eksploratif dalam pendekatan. Sebaliknya, siswa bukan penghafal menunjukkan kekuatan pada variasi metode dan stabilitas prosedural, namun kurang eksplisit dalam menyampaikan argumen dan refleksi logis. Analisis scatterplot kuadran memperkuat temuan ini, dengan lebih banyak siswa penghafal yang menunjukkan performa tinggi dan stabil. Scatterplot matrix menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat korelasi signifikan antara hasil belajar dengan latar belakang seperti jumlah hafalan, pendidikan orang tua, dan frekuensi les. Namun, korelasi positif muncul dalam posttest, yang diuji materi baru, pada kelompok penghafal antara jumlah hafalan dan pendidikan ayah, sedangkan pada kelompok bukan penghafal, korelasi lebih kuat pada variabel pengalaman belajar seperti les dalam pelaksanaan pretest. Menariknya, peningkatan nilai pada kelompok penghafal tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat minat belajar. Beberapa siswa dengan minat sedang bahkan menunjukkan lonjakan nilai yang signifikan, sementara sebagian siswa dengan minat tinggi mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur kognitif yang terbentuk melalui kebiasaan menghafal dapat menopang capaian akademik meskipun motivasi tidak tinggi. Secara praktis, temuan ini mengimplikasikan perlunya strategi pembelajaran yang adaptif terhadap profil kognitif siswa. Guru didorong untuk mengembangkan pendekatan kontekstual yang membantu mengaitkan konsep matematis dengan kehidupan nyata, serta kurikulum yang menyeimbangkan nilai-nilai religius dan literasi matematika abad ke-21.