DESY KURNIAWATI
EMBARGO  2028-11-10 
EMBARGO  2028-11-10 
DESY KURNIAWATI
EMBARGO  2028-11-10 
EMBARGO  2028-11-10 
DESY KURNIAWATI
EMBARGO  2028-11-10 
EMBARGO  2028-11-10 
DESY KURNIAWATI
EMBARGO  2028-11-10 
EMBARGO  2028-11-10 
DESY KURNIAWATI
EMBARGO  2028-11-10 
EMBARGO  2028-11-10 
DESY KURNIAWATI
EMBARGO  2028-11-10 
EMBARGO  2028-11-10 
Terapi insulin merupakan pendekatan utama dalam pengelolaan diabetes melitus.
Metode pemberian insulin saat ini masih terbatas pada injeksi, yang berpotensi
menimbulkan ketidaknyamanan pasien, risiko hipoglikemia, serta komplikasi
jangka panjang seperti lipodistrofi. Upaya untuk mengembangkan alternatif
pemberian insulin yang lebih nyaman telah banyak dilakukan. Salah satunya
melalui formulasi insulin oral. Namun, tantangan utama dalam formulasi insulin
oral adalah rendahnya bioavailabilitas insulin akibat degradasi oleh enzim
proteolitik di saluran pencernaan serta permeabilitas usus yang terbatas terhadap
makromolekul seperti insulin.
Nanopartikel berbasis biopolimer telah dieksplorasi sebagai solusi untuk mengatasi
tantangan formulasi insulin oral. Dalam sistem ini, digunakan biopolimer fruktan
levan yang menawarkan sejumlah keunggulan, seperti biodegradabilitas,
biokompatibilitas, serta keamanan penggunaannya dalam formulasi farmasi.
Karakteristik tersebut menjadikan levan sebagai kandidat potensial dalam sistem
penghantaran insulin berbasis Np. Berbagai karakteristik yang dimiliki levan
menjadikannya menarik untuk dikembangkan, namun kestabilan strukturnya dalam
menghadapi kondisi lingkungan saluran cerna masih menjadi tantangan. Untuk
meningkatkan kemampuan dalam membawa insulin, levan kemudian dimodifikasi
melalui proses asetilasi. Proses asetilasi dapat mengubah karakteristik fisikokimia
levan, sehingga meningkatkan afinitasnya terhadap insulin serta memperbaiki
interaksinya dengan permukaan mukosa usus. Dengan demikian, diharapkan levan
terasetilasi mampu memberikan kestabilan formulasi yang lebih baik dan
meningkatkan efisiensi penghantaran insulin secara oral.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengkarakterisasi sistem
penghantaran insulin oral berbasis nanopartikel yang menggunakan levan dan levan
terasetilasi sebagai matriks pembawa; menganalisis pengaruh modifikasi asetilasi
terhadap stabilitas dan efisiensi penghantaran insulin, guna menilai potensi levan
terasetilasi dalam meningkatkan performa sistem nanopartikel secara keseluruhan;
serta mengevaluasi efektivitas sistem penghantaran nanopartikel insulin-levan dan
levan. Tujuan tersebut dicapai melalui empat tahapan penelitian yaitu tahap pertama
produksi levan dari Bacillus licheniformis K1, dan modifikasi levan melalui proses
asetilasi. Tahap kedua sintesis nanopartikel menggunakan biopolimer levan dan
levan terasetilasi yang diperoleh di tahap sebelumnya. Tahap ketiga karakterisasi fisikokimia, studi kinetika, dan studi termodinamika terhadap nanopartikel insulin
levan dan insulin-levan terasetilasi. Tahap keempat melakukan uji invivo dan
analisis statistik efektifitas dari sistem nanopartikel insulin-levan dan insulin-levan
terasetilasi dalam menurunkan kadar gula darah mencit.
Produksi levan dilakukan menggunakan Bacillus licheniformis BK1, strain
halofilik yang berasal dari stok gliserol koleksi Laboratorium Biokimia, Institut
Teknologi Bandung. Modifikasi levan dilakukan dengan proses asetilasi. Proses
asetilasi melibatkan substitusi gugus hidroksil (-OH) pada rantai levan dengan
gugus asetil (-COCH?) menggunakan anhidrida asetat sebagai agen asetilasi. Levan
dan levan terasetilasi diperoleh daam bentuk serbuk putih. Struktur kimia levan dan
levan terasetilasi dikarakterisasi menggunakan spektroskopi FTIR. Hasil analisis
menunjukkan bahwa spektrum levan hasil produksi memiliki kemiripan dengan
levan standar pada beberapa puncak signifikan. Kehadiran puncak-puncak khas
yang sesuai dengan struktur levan menjadi indikasi kualitatif bahwa produk yang
diperoleh merupakan levan. Pada levan terasetilasi, terlihat adanya pita baru yang
mengindikasikan keberadaan gugus asetil, yang menandakan bahwa substitusi
gugus –OH oleh –COCH? telah terjadi. Pita khas gugus asetil muncul pada bilangan
gelombang 1755 cm?¹, yang merepresentasikan vibrasi peregangan karbonil (C=O)
dari gugus asetil. Karakterisasi lanjutan dilakukan untuk mengamati keberadaan
gugus asetil pada levan terasetilasi dan menghitung derajat asetilasi menggunakan
Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa jumlah gugus asetil per unit fruktosa adalah 1,94 dan derajat
asetilasi yang diperoleh adalah 64,81%, yang mengindikasikan tingkat asetilasi
yang relatif tinggi.
Pada penelitian ini, berhasil disintesis empat jenis nanopartikel yang berbentuk
sferis, yaitu nanopartikel kosong levan (B-Lv), nanopartikel kosong levan
terasetilasi (B-ALv), nanopartikel insulin-levan (I-Lv), dan nanopartikel insulin
levan terasetilasi (I-ALv). Secara fisik keempat jenis nanopartikel diperoleh dalam
bentuk serbuk putih tanpa perbedaan yang mencolok. Analisis morfologi dilakukan
menggunakan Transmission Electron Microscopy (TEM) menunjukkan
nanopartikel B-Lv dan B-ALv memiliki bentuk bulat dengan rongga tengah yang
jelas, sementara nanopartikel I-Lv dan I-ALv memiliki morfologi serupa namun
dengan rongga yang tampak lebih gelap, yang mengindikasikan keberadaan insulin
di dalam partikel. Analisis ukuran partikel menggunakan Particle Size Analyzer
(PSA) diperoleh ukuran berkisar antara 250 hingga 500 nm. Efisiensi enkapsulasi
insulin pada I-Lv dan I-ALv masing-masing mencapai 78,64% dan 88,30%.
Hasil karakterisasi fisikokimia diperoleh nilai indeks polidispersitas dari
nanopartikel yang dihasilkan berada di bawah 0,7 yang menandakan distribusi
partikel cukup homogen. Sementara itu, nilai potensial zeta menunjukkan stabilitas
yang cukup baik, karena berada di kisaran ±10 hingga ±15 mV. Dengan
karakteristik ini sistem nanopartikel I-Lv dan I-ALv memiliki ukuran, distribusi,
dan stabilitas yang memadai untuk digunakan sebagai sistem penghantaran insulin
oral.
Pelepasan insulin dari nanopartikel I-Lv dalam simulasi cairan lambung
menunjukkan pola pelepasan awal yang lebih cepat dibandingkan dengan I-ALv.
Untuk evaluasi lebih lanjut, stabilitas konformasi insulin dalam NPs dianalisis melalui pengukuran entalpi transisi struktur sekunder dan tersier. Stabilitas
konformasi struktur sekunder ditentukan melalui kandungan alfa-heliks
menggunakan teknik circular dichroism (CD), sedangkan stabilitas konformasi
struktur tersier dievaluasi melalui intensitas fluoresensi residu triptofan. Hasil
menunjukkan bahwa insulin dalam I-ALv memiliki stabilitas konformasi yang lebih
baik dibandingkan insulin dalam keadaan bebas maupun dalam I-Lv, dengan entalpi
transisi masing-masing sebesar 0,91 ± 0,62 dan 4,42 ± 0,46 kkal mol?¹ untuk
struktur sekunder dan tersier.
Pada studi invivo awal menunjukkan bahwa I-ALv2 (2x dosis) memiliki efek yang
signifikan dibandingkan dengan insulin bebas dan I-Lv. Dimana formulasi I-ALv2
menunjukkan efektifitas hipoglikemik yang setara dengan glibenklamid, sehingga
berpotensi sebagai kandidat insulin oral yang mendekati terapi standar rute oral.
Temuan ini memberikan dasar untuk pengembangan lebih lanjut sistem
penghantaran insulin berbasis levan terasetilasi. Ke depan, studi lanjutan diperlukan
untuk mengevaluasi farmakokinetik, bioavailabilitas secara sistemik, serta uji
toksisitas kronis agar formulasi ini dapat lebih dekat pada aplikasi klinis.
Perpustakaan Digital ITB