DERYL HENDSON LIMAWAN
EMBARGO  2028-07-23 
EMBARGO  2028-07-23 
DERYL HENDSON LIMAWAN
EMBARGO  2028-07-23 
EMBARGO  2028-07-23 
DERYL HENDSON LIMAWAN
EMBARGO  2028-07-23 
EMBARGO  2028-07-23 
DERYL HENDSON LIMAWAN
EMBARGO  2028-07-23 
EMBARGO  2028-07-23 
DERYL HENDSON LIMAWAN
EMBARGO  2028-07-23 
EMBARGO  2028-07-23 
DERYL HENDSON LIMAWAN
EMBARGO  2028-07-23 
EMBARGO  2028-07-23 
Protein motor berperan penting dalam sistem biologis, mengubah energi dari hidrolisis ATP, gradien ion transmembran, atau sinar matahari menjadi gerakan terarah. Terinspirasi oleh sistem alami ini, mesin molekuler sintetis telah dikembangkan untuk menghasilkan rotasi searah yang terkontrol guna menggeser kesetimbangan sistem. Salah satu kelompok senyawa yang banyak diteliti untuk keperluan ini adalah alkena meruah yang mampu mengalami isomerisasi terkontrol ketika diberikan induksi tertentu. Namun, sintesis alkena meruah yang dapat dimanfaatkan sebagai sakelar dan motor molekuler umumnya memerlukan tahapan yang panjang dan kompleks karena tuntutan spesifikasi struktural yang tinggi.
Studi ini mengeksplorasi pemanfaatan metabolit sekunder dari Tephrosia vogelii Hook.f., tanaman tropis asal Indonesia, sebagai bahan dasar untuk sintesis alkena meruah berbasis hayati. Metabolit ini memiliki karakteristik struktural yang mendukung, seperti geometri planar, pusat stereogenik, dan gugus karbonil yang reaktif, sehingga memberikan kerangka yang sesuai untuk perancangan jalur sintesis yang efisien. Proses sintesis dilakukan menggunakan berbagai reaksi, termasuk reaksi kopling deoksigenatif McMurry, reaksi Barton–Kellogg, dan kondensasi Knoevenagel, untuk menghasilkan alkena meruah berbasis hayati.
Lima senyawa murni berhasil diisolasi dari serbuk polong kering T. vogelii, yaitu isolonkokarpin (1), 7-metoksi-8-prenilflavanon (2), pongacin (3), tefrosin (4), dan deguelin (5). Dari senyawa-senyawa ini, sembilan molekul baru berhasil disintesis, yang terbagi menjadi tiga kelompok struktural: tiga dimer (D1–D3), tiga alkena meruah asimetris (M1–M3), dan tiga turunan oksindol (S1–S3).
Studi sebelumnya telah melaporkan bahwa D1 dan D2 dapat mengalami fotosiklisasi ketika diiradiasi. Dalam studi ini, iradiasi dengan cahaya pada rentang ultraviolet – cahaya tampak menunjukkan bahwa isomer E dari S1, S2, M1, dan M2 dapat diubah membentuk isomer Z masing-masing tanpa mengalami pembentukan isomer heliks. Sebaliknya, Z-D3, E/Z-S3, serta E/Z-M3 menunjukkan keberadaan pasangan isomer heliks yang berada dalam kesetimbangan termal. Secara khusus, senyawa M3 menunjukkan fenomena inversi eliptisitas yang reversibel dan relaksasi termal menuju pembentukan isomer yang lebih stabil, yang merupakan karakteristik khas motor molekuler yang dapat mengalami rotasi searah.
Hasil ini menegaskan potensi senyawa berbasis hayati, khususnya yang memiliki pusat stereogenik alami dan kerangka aromatik reaktif, sebagai bahan dasar yang mumpuni untuk sintesis mesin molekuler fungsional. Pemanfaatan metabolit tumbuhan yang terbarukan tidak hanya menyederhanakan jalur sintesis, tetapi juga membuka peluang baru dalam perancangan material yang berkelanjutan. Selain itu, respons fotokimia yang diamati pada
beberapa senyawa, terutama kesetimbangan termal dari isomer heliks pada M3,
menunjukkan bahwa pengaturan lingkungan sterik dan elektronik molekul secara tepat
dapat memungkinkan pengembangan sakelar dan motor molekuler berbasis hayati yang
efisien. Secara keseluruhan, studi ini menegaskan titik temu yang inovatif antara kimia
produk alam dan sintesis molekuler, serta menunjukkan bahwa prinsip desain yang
terinspirasi dari alam dapat berkontribusi secara efektif terhadap perkembangan bidang
mesin molekuler sintetis. (rumus)
Perpustakaan Digital ITB