digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sebagai usaha untuk berpartisipasi dalam target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia, adanya program Dedieselisasi untuk mengganti PLTD existing di sistem isolated menjadi pembangkit EBT yaitu PLTS. Salah satu lokasi yang berpotensi untuk diajukan menjadi bagian dari program Dedieselisasi adalah PLTD Mabolak yang berlokasi di Pulau Pagai Utara, Sumatera Barat. PLTD Mabolak dibutuhkan untuk menyuplai kebutuhan listrik di Pulau Pagai Utara dengan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik yang tinggi. Sehingga, selain menurunkan emisi GRK, program Dedieseliasi Hibrida pembangkit PLTD dan PLTS dibutuhkan untuk menurunkan BPP Subsistem Sikakap. Untuk menunjang hal tersebut, diperlukan perencanaan yang komprehensif terkait dengan penetrasi PLTS yang akan digunakan maupun kemungkinan kapasitas baterai apabila ditambahkan opsi penggunaan baterai. Sehingga, dilakukan kajian teknoekonomi untuk menentukan kapasitas optimal PLTS dan Baterai yang akan digunakan. Kajian Teknoekonomi ini menggunakan permodelan dari secondary data yang di simulasikan menggunakan aplikasi PVSyst dan HOMER, serta penggunaan aplikasi Digsilent untuk meninjau dampak hibrida antara PLTD, PLTS, Baterai terhadap jaringan. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa skenario terbaik yang dapat digunakan pada Subsistem Sikakap sebagai usaha pengurangan biaya bahan bakar dan emisi CO2 adalah skenario Hibrida PLTD-PLTS dan baterai. Kapasitas PLTS yang digunakan adalah sebesar 3.916 kWp dengan kapasitas baterai 6.900 kWh. Untuk sistem hibrida ini memiliki fraksi EBT sebesar 72,3% dengan nilai NPV sebesar 4,99 juta USD, dengan IRR sebesar 16,52%, dan PP 5,7 tahun. Skenario ini dinilai cukup baik bagi grid code karena memiliki rata-rata tegangan sebesar 19,887 kV dan frekuensi 50,07 Hz.