







Gempa bumi Cianjur berkekuatan 5,6 Mw tahun 2022 yang dipicu oleh aktivitas
seismik Sesar Cugenang menyebabkan pergerakan tanah di 295 titik serta
mengakibatkan 850 korban jiwa. Kurangnya penelitian mendalam mengenai faktor
penyebab gerakan tanah di Kabupaten Cianjur menjadi penyebab besarnya dampak
bencana tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan zonasi kerentanan
gerakan tanah di Kabupaten Cianjur dengan pendekatan geospasial berbasis
statistik probabilistik menggunakan metode frequency ratio (FR). Metode ini
digunakan untuk menganalisis hubungan antara parameter penyebab gerakan tanah
dengan lokasi kejadian longsor di 295 titik historis guna menghasilkan peta zonasi
kerentanan yang lebih akurat. Parameter spasial yang digunakan meliputi
kemiringan lereng, jenis litologi, jarak dari sungai, dan jarak dari sesar. Pendekatan
ini menghadirkan kebaruan dalam penelitian zonasi kerentanan, yang umumnya
hanya mengandalkan data spasial. Dalam penelitian ini, ditambahkan parameter
kedalaman bidang gelincir yang diperoleh dari analisis metode geolistrik pada tiga
lintasan di lereng Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, yang
menunjukkan kedalaman bidang gelincir berada pada rentang 6–9 meter. Untuk
titik longsor lainnya, kedalaman bidang gelincir disimulasikan berdasarkan hasil
interpretasi nilai FR dari parameter elevasi dan jenis litologi yang ada di Kabupaten
Cianjur. Data ini kemudian diintegrasikan ke dalam pemodelan frequency ratio
guna meningkatkan akurasi zonasi kerentanan gerakan tanah. Validasi model
menunjukkan bahwa penambahan parameter kedalaman bidang gelincir
meningkatkan akurasi pemodelan zonasi kerentanan gerakan tanah. Pada model
dengan lima parameter spasial diperoleh nilai AUC Success Rate Curve (SRC)
sebesar 0,882 dan AUC Prediction Rate Curve PRC sebesar 0,792. Setelah
kedalaman bidang gelincir ditambahkan sebagai parameter ke-6, nilai AUC
meningkat menjadi 0,892 untuk SRC dan 0,801 untuk PRC. Hal ini
mengindikasikan bahwa kedalaman bidang gelincir berpengaruh terhadap tingkat
kerentanan gerakan tanah dan dapat dijadikan parameter tambahan dalam metode
frequency ratio. Hasil integrasi metode geospasial dan geolistrik menunjukkan
bahwa wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi mencakup 5,92% dari total area,
dengan lebih dari 25% kejadian gerakan tanah terdeteksi di zona ini. Penelitian ini menghasilkan peta tematik berjudul "Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah di
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat," yang diharapkan dapat menjadi referensi dalam
upaya mitigasi bencana longsor.