Kandungan nitrogen yang tinggi merupakan kualifikasi utama yang harus dimiliki
oleh nitroselulosa, produk modifikasi kimia selulosa melalui proses nitrasi, agar
dapat digunakan sebagai bahan baku propelan pada senjata api. Kondisi ini
umumnya dicapai dengan menggunakan kapas linter sebagai sumber selulosa.
Namun, keterbatasan penyediaan kapas linter dan dampak ekotoksisitas yang
ditimbulkan oleh produksinya mendorong upaya pengembangan sumber selulosa
alternatif yang dapat memenuhi kualifikasi tersebut. Meskipun demikian, hingga
saat ini pencapaian kandungan nitrogen yang tinggi dari sumber selulosa alternatif
masih sulit untuk diwujudkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas
proses modifikasi kimia selulosa, termasuk nitrasi, adalah tingkat aksesibilitas
selulosa terhadap reagen. Aksesibilitas ini dipengaruhi oleh morfologi selulosa,
yang dapat menentukan sejauh mana reagen nitrasi dapat berinteraksi dengan gugus
hidroksil pada selulosa. Meskipun faktor morfologi tersebut berpotensi berperan
penting dalam efisiensi nitrasi, perannya dalam proses nitrasi selulosa masih jarang
ditinjau.
Penelitian ini bertujuan mengkaji korelasi antara morfologi selulosa dan
kemampuan nitrasi sebagai dasar seleksi sumber selulosa untuk bahan baku
propelan. Pulp kopi dan Luffa cylindrica dipilih sebagai prekursor selulosa karena
karakteristik morfologinya serta ketersediaannya secara lokal di Indonesia, dengan
kapas linter sebagai pembanding. Pulp kopi dilaporkan memiliki morfologi
mikrofibril berpori, sedangkan Luffa cylindrica memiliki struktur fibrillar, yang
keduanya diperkirakan memiliki aksesibilitas yang baik. Penelitian ini melibatkan
tiga tahapan utama: ekstraksi, karakterisasi selulosa, dan evaluasi awal kemampuan
nitrasi; optimasi nitrasi menggunakan asam nitrat 65%; serta analisis hubungan
antara morfologi selulosa dengan kemampuan nitrasi.
Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa selulosa Luffa cylindrica, yang memiliki
morfologi berupa fibril berbentuk batang pipih berongga, lebih serupa dengan
kapas linter yang bermorfologi fibril pita terpilin dibandingkan dengan pulp kopi,
yang memiliki morfologi berupa matriks padat yang menyelubungi serat berbentuk
spiral. Kondisi morfologi tersebut menunjukkan bahwa selulosa Luffa cylindrica
memiliki potensi untuk dinitrasi secara efektif, serupa dengan kapas linter. Potensi
ini didukung oleh hasil evaluasi awal nitrasi, yang menghasilkan nitroselulosa
dengan kandungan nitrogen mencapai 12,91%, lebih tinggi dibandingkan dengan
nitroselulosa dari kapas linter dan pulp kopi. Keunggulan ini menunjukkan bahwa
morfologi selulosa memberikan akses lebih baik bagi ion nitronium dari asam nitrat
yang digunakan dalam reaksi nitrasi untuk mensubstitusi gugus hidroksil pada
selulosa menjadi gugus nitrat.
Optimalisasi proses nitrasi menggunakan selulosa Luffa cylindrica menghasilkan
nitroselulosa dengan kandungan nitrogen sebesar 13,67%, melebihi standar
minimum untuk aplikasi propelan. Kondisi optimal nitrasi dicapai pada
perbandingan asam nitrat:asam sulfat 1:3, rasio selulosa:asam nitrat 1:45, durasi
nitrasi 60 menit, dan temperatur 25°C.
Karakterisasi menggunakan X-ray Diffraction (XRD) menunjukkan adanya
hubungan positif antara morfologi dan jarak antar bidang kristal selulosa dengan
kandungan nitrogen pada nitroselulosa yang dihasilkan. Selulosa dengan morfologi
fibrillar, seperti pada kapas linter dan Luffa cylindrica, memiliki jarak antar bidang
kristal (101) yang lebih besar. Hal ini berperan dalam menghasilkan nitroselulosa
dengan kandungan nitrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan nitroselulosa
dari pulp kopi, yang memiliki morfologi padat dengan jarak antar bidang kristal
lebih kecil. Setelah nitrasi, jarak antar bidang kristal (101) pada selulosa Luffa
cylindrica meningkat sebesar 18,08%, yang menunjukkan adanya substitusi gugus
hidroksil oleh gugus nitrat. Sementara itu, pada pulp kopi yang memiliki kandungan
nitrogen lebih rendah, jarak antar bidang kristalnya tidak menunjukkan perubahan
signifikan. Hasil ini mengonfirmasi bahwa peningkatan kandungan nitrogen pada
nitroselulosa berkorelasi dengan bertambahnya jarak antar kisi kristal.
Morfologi fibril berongga dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam pemilihan
selulosa yang sesuai untuk menghasilkan nitroselulosa berkualifikasi propelan.
Temuan ini memberikan landasan ilmiah dalam menentukan kriteria seleksi sumber
selulosa, sehingga dapat menghindari percobaan selulosa secara acak atau dari
sumber yang pada dasarnya kurang berpotensi. Selain itu, temuan ini juga membuka
peluang pemanfaatan Luffa cylindrica sebagai alternatif pengganti kapas linter yang
prospektif, sekaligus menjadi pijakan untuk pengembangan dan eksplorasi lebih
lanjut terhadap potensi sumber selulosa lokal lainnya dengan karakteristik
morfologi serupa untuk dikembangkan sebagai bahan baku propelan.
Perpustakaan Digital ITB