digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pembangkit listrik konvensional yang menggunakan bahan bakar fosil merupakan sumber energi utama, dengan batubara menempati porsi terbesar. Perlu dicatat bahwa Indonesia memiliki sekitar 3% cadangan batubara dunia. Meskipun dinilai memberikan kestabilan pasokan energi, penggunaan bahan bakar fosil telah dihadapkan pada kritik dunia karena dampak lingkungannya yang signifikan dan menjadi perhatian negara-negara di dunia, oleh karena itu penting untuk menerapkan berbagai tindakan untuk penurunan emisi. Tesis ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh berbagai persentase co-firing pada kinerja PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dengan menggunakan biomassa sebagai bahan bakar tambahan. Praktik co-firing ini tentunya dengan berbagai kendalanya salah satu yang menjadi perhatian adalah terkait pasokan suplai sebagai bahan bakar campuran yang tidak konsisten berdasarkan resource yang tersedia saat ini. Studi ini bertujuan membantu melakukan simulasi perhitungan untuk mencari berbagai perhitungan yang diperlukan untuk mencari titik optimasi perbandingan NPHR dan BPP, hingga memberikan rekomendasi solusi yang tepat sasaran untuk operasi PLTU Ampana secara continous. Metode pada penelitian ini memulai dengan sebuah tinjauan literatur yang mendalam untuk memahami konsep co-firing, kinerja PLTU, dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pembakaran serta hasil uji emisi dari pembakaran. Dengan menggabungkan hasil penelitian terdahulu, tesis ini merancang sebuah eksperimen yang melibatkan berbagai rasio co-firing mulai dari 3% hingga 100% berdasarkan referensi dari pengujian yang sudah dilakukan sebelumnya. Selama fase eksperimen, data yang relevan dikumpulkan untuk mengevaluasi kinerja PLTU pada setiap tingkat co-firing. Faktor-faktor seperti efisiensi pembakaran, emisi, dan kinerja peralatan keseluruhan dianalisis menggunakan metode statistik deskriptif dan analisis regresi. Terdapat pengaruh terhadap variasi kinerja PLTU pada berbagai persentase co-firing (10% dan 20%) dan coal firing 100% batubara. Meskipun terdapat peningkatan dalam beberapa aspek kinerja pada tingkat co-firing tertentu, kinerja optimal PLTU belum tentu tercapai pada tingkat co-firing tertinggi. Temuan ini menunjukkan pentingnya memahami trade-off antara efisiensi dan emisi dalam menggunakan co-firing. Tesis ini memberikan kontribusi signifikan dalam penentuan keputusan dalam implementasi co-firing yang optimal mempertimbangkan berbagai aspek pada operasi yang lebih baik. Hasil dari penelitian ini yaitu mencari nilai NPHR dan Biaya Pokok Produksi Komponen C yang dapat menjadi acuan perolehan dari resource lain. Pada perhitungan yang didasarkan dari perhitungan menggunakan simulasi dari suplai gorontalo terdapat deviasi yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan perolehan dari lokal site Ampana, yaitu perolehan dari Gorontalo Pada cofiring 3% menunjukkan Biaya Pokok Produksi Rp. 259.574,-/kWh, co-firing 10% Rp 1.894.572,-/kWh. Kemudian co-firing dengan persentase terbesar 90% yaitu Rp. 176.819.438,-/kWh. Perhitungan ini sangat menegaskan bahwa hasilnya perolehannya sangat besar untuk diterapkan untuk operasi unit. Tentu saja nilai tersebut apabila dibandingkan dengan harga perolehan yang didapat dari petani lokal dengan harga Rp 461,99,-/kg dan harga Biaya Pokok Produksi hanya sebesar Rp. 1.455,60,-/kWh pada co-firing 3%, Rp. 1.468,15,-/kWh untuk co-firing 10% dan Rp. 1.459,91,-/kWh pada co-firing 20%, tentu saja hal yang sangat tidak layak untuk diterapkan. Adapun nilai yang sangat besar tersebut diakibatkan oleh biaya trasnportasi yang ditempuh dari Provinsi Gorontalo menuju PLTU Ampana. Sehingga dari perhitungan yang tidak layak tersebut perlu mencari alternatif biomasa lain sebagai substitusi pohon lamtoro diantaranya yaitu sabut kelapa dan tongkol jagung yang bisa dimanfaatkan, tentu saja melalui tahapan-tahapan kajian teknis yang dibutuhkan.