digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
PUBLIC Open In Flip Book Dewi Supryati Ringkasan

Keikutsertaan perusahaaan yang tergabung di SBTi maupun RE100 mendorong adanya kebutuhan atas REC untuk pelaporan emisi scope 2 menggunakan metode market based. REC adalah instrumen energi terbarukan berbasis pasar yang membuktikan setiap 1 MWh listrik yang digunakan berasal dari pembangkit EBT. Pada tahun 2023 diperoleh pendapatan sebesar Rp187.572.651.450 dari penjualan REC dengan kontribusi terbesar dari sektor industri tekstil dan alas kaki sebesar 26,27%. Di sisi lain dalam mewujudkan komitmen indonesia mencapai NZE pada tahun 2060 sebagai bentuk nyata atas pelaksanaan NDC yang merupakan kewajiban negara partisipan Paris Agreement, Indonesia menghasilkan UU No.98 Tahun 2021. UU tersebut salah satunya mengatur terkait perdagangan karbon dengan mekanisme cap and trade dan offset. Pada mekanisme offset, instrumen yang diperdagangkan adalah carbon credit. REC dan carbon credit secara umum dikenal sebagai instrumen energi terbarukan berbasis pasar. Carbon credit adalah instrumen yang menyatakan pengurangan 1 ton emisi CO2 dari suatu proyek tertentu, salah satunya adalah proyek pembangkit EBT. Pada tahun 2021 s.d 2024 terdapat 83 pembangkit EBT yang selesai dibangun. Untuk dapat mengoptimalkan pendapatan energi atribut dari pembangkit-pembangkit EBT tersebut perlu dilakukan pemilihan tipe produk yang tepat, karena pembangkit EBT hanya dapat didaftarkan untuk 1 tipe instrumen. Pemilihan dilakukan berdasarkan preferensi pelanggan yang dalam hal ini difokuskan kepada sektor industri tekstil dan alas kaki, regulator yang diwakili oleh Kemen ESDM, dan pemasok yang dalam hal ini adalah PLN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi ketiga pihak tersebut pada produk instrumen energi terbarukan berbasis pasar, dan untuk mengetahui strategi yang dapat dilakukan PLN untuk mengoptimalkan pendapatan dari penjualan instrumen berbasis pasar. Metode yang digunakan adalah exploratory sequential mixed method. Diawali dengan wawancara kepada pelanggan, regulator dan pemasok, untuk kemudian hasil wawancara dijadikan dasaran penyusunan kuesioner yang disebar kepada pelanggan. Berikutnya dilakukan uji statistik inferensial dengan bantuan SPSS untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan preferensi terhadap pembelian REC dan carbon credit pada jangka waktu 1 s.d 3 tahun dan jangka waktu 3 s.d 5 tahun berdasarkan karakteristik-karakteristik yang ada pada pelanggan. Hasil wawancara kepada pelanggan menunjukkan bahwa terdapat kelompok pelanggan yang memiliki preferensi kepada REC, dan kelompok pelanggan lain yang belum dapat memutuskan preferensi. Temuan pada wawancara pelanggan terkonfirmasi oleh penelitian kuantitatif yang menyatakan bahwa lebih dari 50% responden setuju cenderung memilih REC pada jangka waktu 1 s.d 3, meskipun terdapat perbedaan preferensi pada kelompok pelanggan yang tidak memiliki target NZE dan kelompok pelanggan yang tidak memiliki histori pembelian REC. Lebih dari 50% responden juga setuju cenderung memilih REC pada jangka waktu 3 s.d 5 tahun, meski terdapat perbedaan preferensi pada kelompok pelanggan yang tidak memiliki target NZE. Pada preferensi pembelian carbon credit, sebagian besar tidak memiliki preferensi pada carbon credit untuk jangka waktu 1 s.d 3 tahun meskipun kelompok pelanggan yang memiliki NZE menyatakan netral. Pelanggan belum dapat memutuskan kecenderungan mereka pada pembelian carbon credit untuk jangka waktu 3 s.d 5 tahun ke depan. Hasil wawancara pada regulator menyampaikan preferensi mereka kepada produk carbon credit sementara pemasok menyatakan preferensinya pada REC untuk jangka waktu saat ini namun mempersiapkan diri untuk penjualan carbon credit ke depannya. Strategi yang dapat digunakan PLN untuk mengoptimalkan pendapatan dari REC dan carbon credit antara lain memberi harga khusus pada kontrak pembelian REC jangka panjang, menginisiasi forum/seminar terkait kepentingan kepemilikan target NZE dan pengetahuan terkait produk carbon credit, memberikan diskon pada pelanggan yang pertamakali membeli REC, memastikan kepemilikan atribut energi hijau pada pembangkit PLN maupun IPP, serta mempersiapkan sisten dan mekanisme untuk mendukung penjualan carbon credit ke depannya. Penelitian ini berkontribusi memberikan wawasan kepada PLN dan pemangku kebijakan atas preferensi yang ada, dan diharapkan dapat membantu merumuskan strategi dan kebijakan terkait pemilihan instrumen energi terbarukan berbasis pasar dalam rangka mendukung pencapaian target NZE Indonesia.