digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab kematian terbesar di dunia, dengan angka kematian mencapai 8,9 juta pada tahun 2019. Di Indonesia, prevalensi penyakit jantung terus meningkat, dengan dislipidemia sebagai salah satu faktor risiko utama. Menurut Riskesdas 2018, sekitar 34,82% penduduk Indonesia memiliki kadar kolesterol total yang bermasalah, sementara prevalensi High Density Lippoprotein (HDL) rendah dan trigliserida tinggi masing-masing mencapai 24,3% dan 13,8%. Dislipidemia ditandai oleh ketidakseimbangan lipid plasma yang sering kali disebabkan oleh pola makan tinggi lemak dan kolesterol. Pengobatan konvensional menggunakan obat-obatan seperti inhibitor HMG-koA reduktase (HMGR), fibrat, dan lainnya, meskipun efektif, sering menimbulkan efek samping seperti miopati, gangguan pencernaan, dan peningkatan risiko penyakit metabolik. Untuk mengurangi risiko efek samping tersebut, penggunaan bahan alam yang aman dan efektif menjadi alternatif yang menjanjikan. Salah satu tanaman yang berpotensi adalah cincau hitam (Mesona palustris Blume), yang secara tradisional telah digunakan oleh masyarakat Indonesia dan memiliki potensi sebagai agen antidislipidemia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antidislipidemia dari ekstrak etanol daun cincau hitam (EECH). Tahapan penelitian diawali dengan determinasi, ekstraksi dan fraksinasi, penapisan fitokimia, karakterisasi, identifikasi senyawa dan penetapan kadar flavonoid total daun cincau hitam. Penelitian dilanjutkan dengan pengujian aktivitas in vitro terhadap aktivitas antioksidan dengan metode ABTS, DPPH, FRAP; aktivitas enzim HMGR dan lipase, pengujian in vivo ekstrak etanol daun cincau hitam terhadap tikus yang diinduksi dislipidemia dengan mengamati profil lipid (kolesterol total, trigliserida LDL, HDL), indeks oksidatif (MDA, SOD, katalase, glutation peroksidase) dan antiinflamasi (TNF-?, IL-6). Pada tahap akhir penelitian dilakukan studi in silico, meliputi pendekatan molecular docking dan molecular dynamic. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah Mesona palustris Blume. Ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96% sedangkan fraksinasi menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan air. Hasil rendemen ekstrak etanol, fraksi air, fraksi etil asetat dan n heksana masing-masing adalah 8,28%, 32,6%, 8,0% dan 15,6%. Penapisan fitokimia simplisia, ekstrak etanol dan fraksi air menunjukkan adanya alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, polifenol dan steroid/triterpenoid. Fraksi etil asetat tidak mengandung alkaloid, sedangkan fraksi n-heksana mengandung senyawa polifenol dan steroid/triterpenoid. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa ekstrak memiliki kadar air 16,19 ± 0,19%, kadar abu total 20,54 ± 0,49%, kadar sari larut air 58,03 ± 0,16%, dan kadar sari larut etanol 32,89 ± 0,24%. Hasil identifikasi ekstrak dengan KLT menunjukkan adanya golongan flavonoid, polifenol dan steroid/terpenoid. Dari hasil KCKT diduga teridentifikasi senyawa asam kafeat, kuersetin 3-O-galaktosida, isokuersetin, astragalin, dan asam rosmarinat. Identifikasi dengan UPLC-MS diduga adanya senyawa asam kafeat, 4'-metilnaringenin, epikatekin, kuersetin, asam betulinat, kuersetin 3-Ogalaktosida, dan mirisetin 3-(6-asetilgalaktosida). Kadar total flavonoid dari ekstrak etanol adalah sebesar 4,9 ± 0,18 mgQE/g. Pengujian in vitro, aktivitas antioksidan menggunakan metode ABTS menunjukkan fraksi etil asetat memiliki aktivitas yang paling kuat dibandingkan dengan ekstrak etanol, fraksi air dan fraksi n-heksana dengan nilai IC50 secara berturut-turut 2,52 ± 0,02 µg/mL; 3,02 ± 0,11 µg/mL; 3,21 ± 0,03 µg/mL dan 3,62 ± 0,09 µg/mL. Pengujian dengan metode DPPH menunjukkan bahwa fraksi etil asetat memiliki aktivitas yang paling kuat dibandingkan dengan ekstrak etanol, fraksi air dan fraksi n-heksana dengan nilai IC50 secara berturut-turut 17,58 ± 0,53 µg/mL; 22,69 ± 0,58 µg/mL; 23,92 ± 0,16 µg/mL dan 24,97 ± 0,64 µg/mL. Dengan metode FRAP, kemampuan antioksidan tertinggi juga ditemukan pada fraksi etil asetat, diikuti oleh ekstrak etanol dan fraksi air, sementara fraksi n-heksana menunjukkan aktivitas paling rendah dengan nilai aktivitas antioksidannya berturut-turut 20,34 ± 0,228 mgAAE/g; 11,50 ± 0,46 mgAAE/g; 9,20 ± 0,21 mgAAE/g dan 5,79 ± 0,16 mgAAE/g. Pada uji penghambatan enzim HMGR, diperoleh persentase penghambatan berturut-turut oleh pravastatin, ekstrak etanol, fraksi air, fraksi etil asetat, dan fraksi n-heksana, sebesar 94,35 ± 1,84%; 75,96 ± 5,07%; 74,61 ± 1,05%; 74,87 ± 7,60%; dan 63,84 ± 8,50%. Sementara itu, pengujian penghambatan terhadap enzim lipase menunjukkan persentase penghambatan berturut-turut oleh orlistat, ekstrak etanol, fraksi air, dan fraksi etil asetat sebesar 83,68 ± 1,65%; 93,67 ± 1,05%; 97,50 ± 0,67%; 81,74 ± 5,68%. Secara in vivo, pemberian EECH pada dosis 200, 400, dan 600 mg/kg bb secara signifikan menurunkan kadar kolesterol total (18,67%, 25,50%, 29,53%), trigliserida (9,46%, 24,57%, 28,77%), LDL (35,65%, 53,75%, 53,65%), serta meningkatkan HDL (1,50%, 2,42%, 4,22%) pada dosis 200, 400, dan 600 mg/kg bb. Pengukuran kadar MDA pada kelompok yang diberi simvastatin menunjukkan nilai 2,13 mMol/mL, sedangkan kelompok ekstrak dosis 200, 400 dan 600 mg/kg bb menghasilkan nilai 2,69; 2,57 dan 2,31 mMol/mL. Pengukuran aktivitas SOD menunjukkan bahwa kelompok simvastatin dan kelompok ekstrak dosis 200, 400 dan 600 mg/kg bb menghasilkan aktivitas masing-masing sebesar 132,97; 83,85; 86,59 dan 127,86 U/mL. Hasil pengukuran aktivitas katalase secara berurutan pada kelompok simvastatin, ekstrak dosis 200, 400 dan 600 mg/kg bb adalah 19,13; 16,20; 20,24 dan 24,19 U/mL. Hasil pengukuran kadar glutation peroksidase pada kelompok yang diberi simvastatin dan ekstrak dosis 200, 400, dan 600 mg/kg bb, masing-masing adalah 906,56 ng/L; kelompok dosis 200, 400 dan 600mg/kg bb adalah 881,86; 893,75 dan 988,75 ng/L. Pengukuran kadar IL-6 pada kelompok yang diberi simvastatin, kelompok ekstrak dosis 200, 400 dan 600 mg/kg bb menunjukkan nilai 5,99; 7,09; 6,66 dan 6,53 ng/L. Pengukuran kadar TNF-?pada keempat kelompok yang sama, berturut-turut, menunjukkan nilai 115,94; 176,22; 168,85 dan 151,01 ng/L. Pada pengujian in silico, hasil molecular docking terhadap HMGR diperoleh nilai konstanta inhibisi simvastatin, asam betulinat dan mirisetin 3-(6-asetilgalaktosida) masing-masing sebesar 55,20 nm; 3,86 µM dan 11,81 µM. Pada target PPAR-?, asam fenofibrat, asam betulinat dan mirisetin 3-(6-asetilgalaktosida), masingmasing menunjukkan konstanta inhibisi 1,40 µM; 62,68 µM dan 2,29 µM. Sementara pada target NPC1L1, ezetimib, asam betulinat dan mirisetin 3-(6- asetilgalaktosida) masing-masing, menunjukkan konstanta inhibisi sebesar 528,75 nM; 633 nM dan 363,81 nM. Hasil pengujian molecular dynamic (MD) pada HMGR, simvastatin sebagai kontrol menunjukkan ?G total paling negatif (-37,125 kcal/mol), kestabilan struktural tinggi, dan interaksi hidrogen yang stabil. Sedangkan asam betulinat memiliki ?G total -28,0973 kcal/mol dengan stabilitas lebih baik dalam lingkungan hidrofobik dibandingkan mirisetin 3-(6- asetilgalaktosida) (-12,169 kcal/mol). Pada PPAR-?, asam fenofibrat menunjukkan ?G total paling negatif (-15,432 kcal/mol) dengan fluktuasi struktural tinggi, sedangkan asam betulinat memiliki ?G total -13,028 kcal/mol dan stabilitas tertinggi dalam simulasi MD, dengan RMSD dan RMSF rendah. Mirisetin 3-(6- asetilgalaktosida) memiliki ?G total -12,492 kcal/mol dengan fluktuasi yang sedikit lebih besar tetapi tetap stabil. Pada NPC1L1, asam betulinat menunjukkan afinitas pengikatan terbaik (?G total -59,2625 kcal/mol) diikuti oleh kontrol, ezetimib (- 44,434 kcal/mol), dan mirisetin 3-(6-asetilgalaktosida) (-28,354 kcal/mol). Analisis MD menunjukkan bahwa mirisetin 3-(6-asetilgalaktosida) memiliki stabilitas struktural lebih baik (RMSD rata-rata terendah), sedangkan asam betulinat menunjukkan posisi paling stabil di situs aktif (RMSD ligan terendah).