Sejak COVID 19, banyak perusahaan afiliasi Jepang yang beroperasi di Indonesia telah
mengurangi jumlah ekspatriat, dengan latar belakang meningkatnya kesadaran akan
risiko dan pengurangan biaya. Melalui wawancara dengan 14 orang dari 11 perusahaan,
terungkap bahwa i) peran masing-masing ekspatriat, ekspatriat yang bekerja di Indonesia,
dan warga negara asal, ii) masalah yang dihadapi oleh masing-masing karyawan yang
tersegmentasi, iii) tren baru untuk menyelesaikan masalah, dan iv) kemungkinan
terjadinya pelampauan batas. Pengelolaan anak perusahaan lokal menjadi semakin
kompleks, karena perubahan model bisnis. Berbeda dengan masa lalu, banyak perusahaan
Jepang yang mengeksploitasi pasar domestik. Namun demikian, sistem manajerial dan
keterampilan kantor pusat tetap sama. Komunikasi antara kantor pusat Jepang dan anak
perusahaan lokal bergantung pada ekspatriat karena masalah bahasa, yang telah lama
dikritik sebagai “etnosentris” dan menjadi hambatan untuk pelokalan. Makalah ini
mengusulkan solusi untuk mengatasi kekurangan ekspatriat dan masalah pelokalan di
afiliasi Jepang di Indonesia. Secara lebih spesifik, makalah ini berfokus pada
kemungkinan adanya ekspatriat yang berinisiatif sendiri dan warga negara tuan rumah
serta memeriksa apakah mereka dapat menjadi pengganti ekspatriat terorganisir.