digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia merupakan salah satu negara produsen timah terbesar di dunia. Produkproduk pengolahan dan pemurnian timah yang dihasilkan di dalam negeri meliputi ingot timah, timah solder, timah granul hingga tin chemical. Diversifikasi dan pengembangan produk perlu terus dilakukan untuk menangkap peluang pasar dan meningkatkan nilai tambah timah setinggi mungkin di dalam negeri. Selain dalam bentuk logamnya, timah juga banyak digunakan dalam bentuk senyawanya seperti stannous sulfate (SnSO4), stannic chloride (SnCl4) dan stannic oxide (SnO2). Studistudi dan penelitian-penelitian perlu dilakukan untuk mengembangkan teknologi sintesis produk berbasis timah, seperti produk-produk nano partikel logam timah dan senyawa-senyawa turunannya. Salah satu produk turunan timah yang potensial adalah partikel SnO2. Partikel SnO2 dapat dijadikan sebagai sensor gas reduktor, katalis pada berbagai reaksi dan sebagai alternatif anoda pada baterai ion-lithium menggantikan grafit, dan sebagai ko-katalis pada fuel cell jenis solid polymer electrolyte (SPE). Sintesis partikel SnO2 baik yang berukuran mikro maupun nano dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti metode sol-gel, metode hydrothermal, metode presipitasi, electrospinning dan metode chemical vapour deposition (CVD). Pemilihan metode sintesis bergantung pada sifat partikel SnO2 yang diinginkan, seperti ukuran, morfologi, dan kemurniannya. Pada penelitian tesis ini dilakukan studi untuk mensintesis SnO2 dari larutan SnCl4 murni dengan metode presipitasi menggunakan larutan NH4OH sebagai reagen pengendap Sn. Larutan SnCl4 diperoleh dari PT. Timah Tbk., yang merupakan produk antara yang dihasilkan oleh PT. Timah Industri (anak perusahaan PT. Timah) dari reaksi antara gas klorin (Cl2) dan ingot timah. Proses presipitasi timah terlarut dilakukan pada dua temperatur, yaitu temperatur ruangan dan temperatur 70, 80, dan 90 oC. Preparasi larutan SnCl4 dilakukan dengan mengencerkan larutan SnCl4 awal yang diterima dari PT. Timah, Tbk. dengan akuades sehingga diperoleh larutan prekursor SnCl4 dengan konsentrasi 0,2 dan 0,5 molar. Larutan SnCl4 awal yang diterima dari PT. Timah, Tbk mempunyai konsentrasi 15,5 molar. Selanjutnya proses presipitasi Sn dilakukan dengan menambahkan larutan NH4OH ke dalam reaktor gelas yang telah diisi dengan larutan prekursor SnCl4 yang bervolume 500 mL untuk percobaan presipitasi ada suhu 90 oC dan bervolume 150 mL untuk percobaan presipitasi pada suhu ruangan Larutan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer bar hingga tercapai pH tertentu sesuai dengan variasi percobaan yang dilakukan dan terbentuk endapan Sn(OH)4. Setelah proses presipitasi selesai, dilakukan proses penyaringan endapan dengan kertas saring. Endapan dicuci dengan air deionisasi untuk menghilangkan sisa reagen dan ion-ion yang masih menempel. Setelah tahapan penyaringan dan pencucian, endapan dilakukan pengeringan dalam oven selama 24 jam pada suhu 110 oC. Setelah pengeringan, tahapan selanjutnya adalah proses kalsinasi yang dilakukan dalam sebuah muffle furnace pada suhu 500 dan 600 °C selama 1 jam untuk mengonversi Sn(OH)4 menjadi SnO2. Proses kalsinasi ini juga dilakukan untuk membantu pembentukan struktur kristalin SnO2. Karakterisasi produk dilakukan dengan menggunakan X-ray diffraction (XRD), scanning electron microscopy (SEM), dan particle size analyzer (PSA). Analisis XRD dilakukan terhadap produk hasil sintesis untuk memastikan terbentuknya partikel SnO2, mengevaluasi kristalinitas dan ukuran kristalnya. Ukuran kristal ditentukan dari data-data XRD dengan menggunakan persamaan Scherrer. Analisis SEM dilakukan untuk mempelajari morfologi dari partikel SnO2 hasil sintesis yang dihasilkan. Sementara, analisis dengan PSA dilakukan untuk menentukan ukuran partikel SnO2 yang diperoleh dari percobaan sintesis dengan variasi suhu, konsentrasi Sn, pH, dan waktu. Pada rentang konsentrasi awal SnCl4 dari 0,1 - 0,4 molar dan suhu ruangan, Sn terlarut dapat terpresipitasi sempurna (persen presipitasi >99%) ketika pH larutan dinaikkan hingga level pH = 8. Diffraktogram XRD yang diperoleh mengindikasikan bahwa serbuk hasil presipitasi pada suhu ruangan dan suhu 70 oC mempunyai struktur dengan kristalinitas rendah yang puncak difraksinya terindentifikasi sebagai Sn(OH)4. Setelah dilakukan kalsinasi dan dilakukan analisis XRD terhadap produk kalsinasi pada suhu 500 dan 600 oC, hasil XRD serbuk menunjukkan puncak-puncak diffraksi yang tajam yang mengindikasikan terbentuknya material kristalin SnO2. Dengan suhu kalsinasi yang lebih tinggi (600 oC) dihasilkan kristalinitas serbuk yang lebih kuat dibandingkan kalsinasi pada suhu yang lebih rendah (500 oC). Hasil perhitungan dengan Persamaan Scherrer menunjukkan ukuran kristalit rata-rata serbuk SnO2 produk kalsinasi pada suhu 500 dan 600 oC masing-masing sebesar 5,89 nm dan 12,56 nm. Hasil perhitungan ukuran kristalit rata-rata dari data XRD ini menunjukkan ukuran kristal yang lebih besar pada suhu kalsinasi yang lebih tinggi. Ukuran rata-rata partikel produk kalsinasi pada suhu 500 dan 600oC yang diperoleh dari analisis PSA masing-masing 1398,3 nm dan 2350,4 nm. Hasil pengukuran ukuran partikel serbuk SnO2 dengan PSA ini menunjukkan bahwa produk serbuk SnO2 yang dihasilkan adalah berupa partikel dalam ukuran mikron. Sejalan dengan hasil analisis ukuran kristalit, peningkatan suhu kalsinasi cenderung meningkatkan ukuran partikel serbuk SnO2 produk sintesis. Hasil-hasil analisis SEM menunjukkan bahwa butiran SnO2 yang diperoleh mempunyai morfologi butiran yang irregular dengan ukuran submikron hingga mikron. Hasil analisis SEM ini mengindikasikan bahwa metode sintesis serbuk SnO2 dari larutan SnCl4 dengan metode presipitasi dan kalsinasi pada kondisi yang dipelajari dalam penelitian ini tidak dapat menghasilkan butiran berukuran nano dengan morfologi yang bulat (spherical) ataupun membulat (rounded). Masih perlu studi dan eksperimen yang lebih mendalam untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran yang lebih halus dan seragam dengan morfologi yang mendekati bulat.