






Indonesia merupakan salah satu negara produsen timah terbesar di dunia. Produkproduk
pengolahan dan pemurnian timah yang dihasilkan di dalam negeri meliputi
ingot timah, timah solder, timah granul hingga tin chemical. Diversifikasi dan
pengembangan produk perlu terus dilakukan untuk menangkap peluang pasar dan
meningkatkan nilai tambah timah setinggi mungkin di dalam negeri. Selain dalam
bentuk logamnya, timah juga banyak digunakan dalam bentuk senyawanya seperti
stannous sulfate (SnSO4), stannic chloride (SnCl4) dan stannic oxide (SnO2). Studistudi
dan penelitian-penelitian perlu dilakukan untuk mengembangkan teknologi
sintesis produk berbasis timah, seperti produk-produk nano partikel logam timah
dan senyawa-senyawa turunannya.
Salah satu produk turunan timah yang potensial adalah partikel SnO2. Partikel SnO2
dapat dijadikan sebagai sensor gas reduktor, katalis pada berbagai reaksi dan
sebagai alternatif anoda pada baterai ion-lithium menggantikan grafit, dan sebagai
ko-katalis pada fuel cell jenis solid polymer electrolyte (SPE). Sintesis partikel
SnO2 baik yang berukuran mikro maupun nano dapat dilakukan dengan beberapa
metode, seperti metode sol-gel, metode hydrothermal, metode presipitasi,
electrospinning dan metode chemical vapour deposition (CVD). Pemilihan metode
sintesis bergantung pada sifat partikel SnO2 yang diinginkan, seperti ukuran,
morfologi, dan kemurniannya.
Pada penelitian tesis ini dilakukan studi untuk mensintesis SnO2 dari larutan SnCl4
murni dengan metode presipitasi menggunakan larutan NH4OH sebagai reagen
pengendap Sn. Larutan SnCl4 diperoleh dari PT. Timah Tbk., yang merupakan
produk antara yang dihasilkan oleh PT. Timah Industri (anak perusahaan PT.
Timah) dari reaksi antara gas klorin (Cl2) dan ingot timah. Proses presipitasi timah
terlarut dilakukan pada dua temperatur, yaitu temperatur ruangan dan temperatur
70, 80, dan 90 oC.
Preparasi larutan SnCl4 dilakukan dengan mengencerkan larutan SnCl4 awal yang
diterima dari PT. Timah, Tbk. dengan akuades sehingga diperoleh larutan prekursor
SnCl4 dengan konsentrasi 0,2 dan 0,5 molar. Larutan SnCl4 awal yang diterima dari
PT. Timah, Tbk mempunyai konsentrasi 15,5 molar. Selanjutnya proses presipitasi
Sn dilakukan dengan menambahkan larutan NH4OH ke dalam reaktor gelas yang
telah diisi dengan larutan prekursor SnCl4 yang bervolume 500 mL untuk percobaan
presipitasi ada suhu 90 oC dan bervolume 150 mL untuk percobaan presipitasi pada
suhu ruangan Larutan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer bar hingga
tercapai pH tertentu sesuai dengan variasi percobaan yang dilakukan dan terbentuk
endapan Sn(OH)4.
Setelah proses presipitasi selesai, dilakukan proses penyaringan endapan dengan
kertas saring. Endapan dicuci dengan air deionisasi untuk menghilangkan sisa
reagen dan ion-ion yang masih menempel. Setelah tahapan penyaringan dan
pencucian, endapan dilakukan pengeringan dalam oven selama 24 jam pada suhu
110 oC. Setelah pengeringan, tahapan selanjutnya adalah proses kalsinasi yang
dilakukan dalam sebuah muffle furnace pada suhu 500 dan 600 °C selama 1 jam
untuk mengonversi Sn(OH)4 menjadi SnO2. Proses kalsinasi ini juga dilakukan
untuk membantu pembentukan struktur kristalin SnO2.
Karakterisasi produk dilakukan dengan menggunakan X-ray diffraction (XRD),
scanning electron microscopy (SEM), dan particle size analyzer (PSA). Analisis
XRD dilakukan terhadap produk hasil sintesis untuk memastikan terbentuknya
partikel SnO2, mengevaluasi kristalinitas dan ukuran kristalnya. Ukuran kristal
ditentukan dari data-data XRD dengan menggunakan persamaan Scherrer. Analisis
SEM dilakukan untuk mempelajari morfologi dari partikel SnO2 hasil sintesis yang
dihasilkan. Sementara, analisis dengan PSA dilakukan untuk menentukan ukuran
partikel SnO2 yang diperoleh dari percobaan sintesis dengan variasi suhu,
konsentrasi Sn, pH, dan waktu.
Pada rentang konsentrasi awal SnCl4 dari 0,1 - 0,4 molar dan suhu ruangan, Sn
terlarut dapat terpresipitasi sempurna (persen presipitasi >99%) ketika pH larutan
dinaikkan hingga level pH = 8. Diffraktogram XRD yang diperoleh
mengindikasikan bahwa serbuk hasil presipitasi pada suhu ruangan dan suhu 70 oC
mempunyai struktur dengan kristalinitas rendah yang puncak difraksinya
terindentifikasi sebagai Sn(OH)4. Setelah dilakukan kalsinasi dan dilakukan
analisis XRD terhadap produk kalsinasi pada suhu 500 dan 600 oC, hasil XRD
serbuk menunjukkan puncak-puncak diffraksi yang tajam yang mengindikasikan
terbentuknya material kristalin SnO2. Dengan suhu kalsinasi yang lebih tinggi (600
oC) dihasilkan kristalinitas serbuk yang lebih kuat dibandingkan kalsinasi pada suhu
yang lebih rendah (500 oC). Hasil perhitungan dengan Persamaan Scherrer
menunjukkan ukuran kristalit rata-rata serbuk SnO2 produk kalsinasi pada suhu 500
dan 600 oC masing-masing sebesar 5,89 nm dan 12,56 nm. Hasil perhitungan
ukuran kristalit rata-rata dari data XRD ini menunjukkan ukuran kristal yang lebih
besar pada suhu kalsinasi yang lebih tinggi. Ukuran rata-rata partikel produk
kalsinasi pada suhu 500 dan 600oC yang diperoleh dari analisis PSA masing-masing
1398,3 nm dan 2350,4 nm. Hasil pengukuran ukuran partikel serbuk SnO2 dengan
PSA ini menunjukkan bahwa produk serbuk SnO2 yang dihasilkan adalah berupa
partikel dalam ukuran mikron. Sejalan dengan hasil analisis ukuran kristalit,
peningkatan suhu kalsinasi cenderung meningkatkan ukuran partikel serbuk SnO2
produk sintesis.
Hasil-hasil analisis SEM menunjukkan bahwa butiran SnO2 yang diperoleh
mempunyai morfologi butiran yang irregular dengan ukuran submikron hingga
mikron. Hasil analisis SEM ini mengindikasikan bahwa metode sintesis serbuk
SnO2 dari larutan SnCl4 dengan metode presipitasi dan kalsinasi pada kondisi yang
dipelajari dalam penelitian ini tidak dapat menghasilkan butiran berukuran nano
dengan morfologi yang bulat (spherical) ataupun membulat (rounded). Masih perlu
studi dan eksperimen yang lebih mendalam untuk mendapatkan serbuk dengan
ukuran yang lebih halus dan seragam dengan morfologi yang mendekati bulat.