Guna mencapai target Emisi Nol Bersih (NZE) Indonesia pada tahun 2060 diperlukan strategi komprehensif yang mencakup ekspansi energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, elektrifikasi transportasi, dan adopsi teknologi rendah karbon. Di luar langkah-langkah ini, Teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS) memiliki peran kritis dalam mengatasi emisi dari sektor yang sulit untuk dikurangi. Namun, implementasi CCS di Indonesia masih pada tahap awal dan menghadapi tantangan signifikan karena ketidakpastian dalam kebijakan dan penetapan harga karbon. Dalam konteks ini, studi ini bertujuan untuk menilai kelayakan finansial dari penerapan teknologi CCS di sektor minyak dan gas di Indonesia. Studi ini secara khusus mengkaji bagaimana fluktuasi harga sumber daya dan variasi kerangka kebijakan mempengaruhi kelayakan ekonomi proyek CCS. Hasil dari studi ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan tentang kerangka keuangan dan penyesuaian kebijakan yang diperlukan untuk mempercepat penerapan CCS dan mencapai target lingkungan yang lebih luas.
Selain menggunakan metode Discounted Cash Flow (DCF), studi ini menggunakan Valuasi Real Options (ROV) untuk memperhitungkan ketidakpastian harga sumber daya dan memasukkan fleksibilitas pengambilan keputusan. Pendekatan pohon binomial diadopsi dalam kerangka kerja ROV. Empat skenario dikembangkan untuk mensimulasikan variasi harga sumber daya dan skema insentif: Skenario Dasar, Skenario Tanpa Bantuan, Skenario yang Bergantung Insentif, dan Skenario Optimal. Dengan menggunakan metode DCF, setiap skenario menghasilkan NPV yang positif, menunjukkan potensi profitabilitas. Namun, analisis menjadi lebih mendalam ketika diterapkan melalui pendekatan Real Options, yang memungkinkan fleksibilitas strategis dan kemampuan untuk menunda proyek berdasarkan kondisi pasar yang berkembang. Namun, ketika dievaluasi melalui pendekatan Real Options, hanya Skenario yang Bergantung Insentif dan Skenario Optimal yang dianggap layak untuk investasi segera.
Nilai Bersih Sekarang (NPV) proyek ini menunjukkan sensitivitas yang signifikan terhadap fluktuasi harga minyak, menetapkannya sebagai faktor paling kritis yang mempengaruhi kinerja finansial. Sebaliknya, dampak penetapan harga karbon terhadap kelayakan proyek dianggap sebagai faktor kedua terakhir yang mempengaruhi nilai proyek. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pendapatan dari produksi minyak merupakan bagian terbesar dari total pendapatan. Selain itu, sensitivitas profitabilitas proyek terhadap insentif seperti kredit investasi tergantung pada persentase yang diterapkan selama perhitungan. Variabel seperti harga minyak, harga karbon, DMO Holiday, dan Kredit Investasi menunjukkan dampak positif pada metrik keuangan proyek seiring dengan peningkatan nilai masing-masing. Sebaliknya, variabel lain menunjukkan hubungan yang berlawanan, mempengaruhi kinerja keuangan proyek secara negatif ketika nilainya mengalami peningkatan. Oleh karena itu, sangat penting bagi manajemen untuk terus memantau tren pasar untuk menyesuaikan operasi secara tepat dan mengelola pengeluaran modal dan operasional secara efektif.
Insentif pemerintah terbukti secara signifikan mengurangi beban finansial dan mitigasi risiko, meningkatkan kelayakan proyek CCS. Secara khusus, kredit investasi memiliki peran penting dalam menurunkan harga karbon kritis. Tanpa kredit investasi, harga karbon kritis adalah 80 USD/tCO2e di bawah kondisi harga minyak rendah dan 60 USD/tCO2e di bawah kondisi harga minyak tinggi. Dengan kredit investasi yang cukup, harga karbon yang diperlukan turun menjadi serendah 2 USD/tCO2e. Kesimpulannya, kombinasi insentif pemerintah yang ditingkatkan dan lantai harga karbon yang kuat sangat penting untuk mendorong penerapan CCS secara efektif dan memastikan kontribusinya dalam mencapai target NZE Indonesia.