Morus cathayana merupakan salah satu spesies tumbuhan dari genus Morus yang belum
banyak diteliti. Salah satu kelompok senyawa yang dominan dan menarik dari tumbuhan ini
adalah adduct Diels-Alder. Berdasarkan kajian literatur, senyawa adduct Diels-Alder ini
memiliki berbagai aktivitas farmakologis, seperti antibakteri dan sitotoksik. Penelitian lebih
lanjut senyawa adduct Diels-Alder pada tumbuhan ini menghadapi tantangan berupa
kelangkaannya di alam. Teknik kultur jaringan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
hambatan ini. Kultur jaringan memiliki kelebihan berupa efisiensi dalam penggunaan lahan,
perbanyakan massal, dan konsistensi genetik. Namun, biosintesis metabolit sekunder dalam
kultur jaringan biasanya belum optimal dan berbeda dengan tanaman induk, sehingga
diperlukan optimasi. Salah satu metode optimasi yang dapat dilakukan adalah elisitasi. Elisitasi
memanfaatkan respon pertahanan tumbuhan terhadap stres untuk mempengaruhi produksi
metabolit sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh elisitasi asam
salisilat terhadap produksi senyawa adduct Diels-Alder dengan pendekatan analisis data
multivariat berbasis HPLC. Kultur akar M. cathayana dikultivasi dalam media Murashige
Skoog dan dielisitasi dengan asam salisilat pada waktu penambahan yang bervariasi. Analisis
HPLC berhasil mendeteksi 52 sinyal metabolit pada ekstrak akar M. cathayana, dengan empat
puncak berhasil dikuantifikasi, lima puncak teridentifikasi secara kualitatif, dan 43 puncak
masih belum dapat ditentukan identitasnya. Analisis data multivariat menunjukkan bahwa
waktu elisitasi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap biosintesis sembilan senyawa
standar. Uji antibakteri terhadap bakteri E. faecalis menunjukkan zona hambat 11 mm untuk
kontrol dan sampel terelisitasi. Pada bakteri P. mirabilis, zona hambat sebesar 10,8 mm untuk
kontrol dan 12 mm untuk sampel terelisitasi, namun keduanya tidak menghambat bakteri V.
cholerae dan S. aureus. Uji sitotoksik terhadap sel MCF-7 menunjukkan bahwa sampel yang
dielisitasi pada minggu keempat menunjukkan efek sitotoksik yang lebih kuat dibandingkan
kontrol dengan nilai IC50 4,8 ± 1,36 µg/mL.