Porang atau Amorphophallus muelleri merupakan tanaman umbi yang berasal dari
Indonesia. Kandungan glukomanan yang tinggi pada porang membuat tanaman
ini banyak diminati, terutama oleh industri makanan dan kesehatan. Berdasarkan
tingkat kebutuhan industri yang tinggi dan kondisi pemanenan yang cukup lama,
maka dibutuhkan suatu penelitian mengenai optimasi perbanyakan porang dengan
hasil berupa bibit unggul. Salah satunya adalah dengan mengaplikasikan teknik
kultivasi secara in vitro di dalam bioreaktor TIS Ebb-and-Flow. Penggunaan
bioreaktor Ebb-and-Flow mampu menekan tingkat hiperhidrisitas, distribusi
aerasi dan nutrisi yang baik, serta pertumbuhan tanaman terkontrol. Tujuan dalam
penelitian ini adalah mengetahui pengaruh frekuensi perendaman terhadap
produksi bibit pada kultur tanaman porang dalam bioreaktor Ebb-and-Flow
dengan mengevaluasi beberapa parameter pertumbuhan, tingkat konsumsi dan
serapan nutrisi dalam medium, serta tingkat biokonversi nutrisi terhadap
biomassa. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi perendaman setiap 6 jam
menghasilkan laju pertumbuhan relatif sebesar 33,301 mg/hari, laju peningkatan
tinggi sebesar 0,318 mm/hari, dan laju multiplikasi sebesar 9,750 tunas/eksplan.
Sementara tingkat serapan nutrisi ditunjukkan dengan penurunan pH, sukrosa,
konduktivitas; serta penyerapan karbon organik dan nitrogen organik secara
berturut-turut sebesar 1,136; 1,914 g/L; 0,0047 mS; 1,262 g/L; dan 0,785% yang
berkorelasi dengan peningkatan kandungan klorofil pada daun kultur bibit sebesar
9,144 SPAD. Pada frekuensi perendaman setiap 18 jam dihasilkan laju
pertumbuhan relatif sebesar 47,962 mg/hari, laju peningkatan tinggi sebesar 0,504
mm/hari, dan laju multiplikasi sebesar 9,556 tunas/eksplan. Sementara penurunan
pH, sukrosa, konduktivitas; serta penyerapan karbon, dan nitrogen organik secara
berturut-turut sebesar 1,032; 2,720 g/L; 0,0024 mS; 1,748 g/L; dan 0,056% diikuti
dengan peningkatan kandungan klorofil sebesar 6,678 SPAD. Hasil tersebut
memiliki tren yang serupa dengan analisis neraca massa secara hipotetikal terkait
pengaruh penyerapan sukrosa terhadap peningkatan biomassa. Selain itu,
frekuensi perendaman 18 jam menunjukkan nilai biokonversi sukrosa menjadi
biomassa yang lebih baik dibandingkan setiap 6 jam. Kedua frekuensi
menghasilkan kultur bibit porang dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar
100%