digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dokumen Asli
PUBLIC Open In Flip Book Dessy Rondang Monaomi

Peningkatan penetrasi energi terbarukan dalam dekade terakhir telah memicu perubahan signifikan dalam lanskap sistem tenaga listrik. Integrasi Photovoltaic- Battery Energy Storage System (PV-BESS) dalam skala luas menjadi salah satu pendorong utama, dengan PV sebagai sumber energi terbarukan yang bersih dan baterai sebagai penyimpanan energi yang fleksibel. Penurunan biaya panel surya, peningkatan efisiensi baterai, serta dukungan kebijakan berbagai negara telah mempercepat adopsi PV-BESS. Namun, dominasi inverter sebagai antarmuka penghubung PV-BESS dengan jaringan menimbulkan tantangan baru, terutama terkait stabilitas sinyal kecil (small-signal stability). Tidak seperti generator sinkron konvensional yang memiliki inertia alami tinggi, inverter tidak memiliki inertia inheren, menjadikan sistem lebih rentan terhadap gangguan kecil dan dinamika kompleks yang sulit diprediksi. Dalam konteks ini, Grid Forming Inverter (GFM) menjadi komponen kunci yang menjanjikan solusi potensial. GFM mampu membentuk tegangan dan frekuensi secara independen, meniru perilaku generator sinkron, dan dengan demikian dapat memberikan inertia virtual serta meningkatkan stabilitas sistem. Namun, pemahaman komprehensif mengenai pengaruh parameter-parameter utama GFM— seperti inertia, damping, dan frekuensi droop—terhadap stabilitas sinyal kecil masih terbatas. Tantangan ini semakin kompleks ketika sistem beroperasi pada berbagai set point operasi yang mencerminkan kondisi beban dan pembangkitan yang dinamis, serta saat informasi internal inverter tidak tersedia (black box). Selain itu, kondisi jaringan yang lemah (weak grid), di mana impedansi jaringan relatif tinggi dan margin stabilitas rendah, menambah lapisan kesulitan dalam memastikan kestabilan sistem. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh GFM terhadap stabilitas sinyal kecil pada sistem yang didominasi inverter melalui metode berbasis impedansi. Tiga set point operasi dipilih untuk mencerminkan variasi kondisi kerja sistem PV-BESS: (1) P=0 pu, Q=max pu, yang menekankan pada suplai daya reaktif maksimum; (2) P=max pu, Q=0 pu, yang menggambarkan suplai daya aktif penuh; serta (3) P=0,5max pu, Q=0,5max pu, yang merepresentasikan kondisi moderat dengan kombinasi daya aktif dan reaktif dalam proporsi seimbang. ii Pemilihan set point ini dimaksudkan agar hasil penelitian dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang perilaku stabilitas sinyal kecil pada berbagai skenario operasi baik situasi ideal maupun realistris yang kompleks bahkan ekstrem, sehingga bisa mewakili semua kondisi. Untuk mengatasi keterbatasan informasi internal inverter, penelitian ini menerapkan metode berbasis impedansi dengan pendekatan admittance scan menggunakan Pseudorandom Binary Sequence (PRBS). Metode ini tidak memerlukan detail internal inverter, sehingga cocok untuk perangkat inverter komersial yang sering kali bersifat black box. Sinyal PRBS disuntikkan ke dalam sistem untuk memicu respons pada berbagai frekuensi, dan melalui PV GFM Admittance Scan, karakteristik impedansi sistem dapat diidentifikasi secara eksternal. Pendekatan ini efisien dan fleksibel, memungkinkan penilaian respons frekuensi tanpa perlu membongkar kerumitan model internal inverter. Analisis stabilitas sinyal kecil dilakukan dalam domain frekuensi. Bode plot digunakan untuk melihat respons magnitudo dan fase sistem terhadap frekuensi, sehingga margin stabilitas, frekuensi kritis, serta sensitivitas sistem terhadap perubahan parameter dapat dievaluasi. Nyquist plot memberikan pandangan komprehensif terhadap stabilitas loop tertutup, memungkinkan deteksi potensi ketidakstabilan melalui interaksi magnitudo-fase yang divisualisasikan dalam bidang kompleks. Kedua teknik ini saling melengkapi: Bode plot memudahkan interpretasi margin gain dan fase, sedangkan Nyquist plot menyoroti apakah lintasan respon frekuensi mengarah ke titik kritis (-1,0) yang mengindikasikan ketidakstabilan. Pengaruh parameter sistem terhadap stabilitas pada grid forming inverter untuk tiga set poin (P=1, Q=0; P=0, Q=1; P=0.5, Q=0.5) dianalisis menggunakan metode berbasis Bode plot dan kriteria Nyquist. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan nilai inersia (H) dan damping (D) secara umum meningkatkan margin stabilitas, seperti phase margin dan gain margin, sementara frekuensi crossover gain tetap stabil pada nilai tertentu. Sebaliknya, nilai droop frequency (FD) yang terlalu rendah cenderung menurunkan margin stabilitas meskipun meningkatkan frekuensi crossover. Nilai optimal H, D, dan FD diperlukan untuk menjaga kestabilan sistem, ditandai dengan phase margin di atas 45° dan gain margin mendekati 0 dB. Penelitian ini memberikan panduan untuk desain parameter optimal pada sistem yang didominasi inverter guna memastikan stabilitas operasional pada berbagai kondisi beban. Dibandingkan metode tradisional, penggunaan admittance scan berbasis PRBS memungkinkan identifikasi respons frekuensi yang lebih luas dan efisien, tanpa memerlukan akses ke detail internal inverter. Pendekatan ini relevan bagi operator jaringan dan perancang sistem yang ingin memahami stabilitas sistem tanpa harus merancang model inverter khusus. Kebaruan penelitian terletak pada penerapan metode impedansi untuk mengevaluasi stabilitas sinyal kecil dalam skenario operasi yang beragam. iii Kontribusi penelitian ini mencakup panduan praktis untuk memilih parameter GFM yang optimal dalam mendukung stabilitas sistem tenaga berbasis inverter. Hasilnya diharapkan dapat dimanfaatkan oleh perancang sistem, operator jaringan, serta peneliti lainnya dalam menghadapi tantangan integrasi PV-BESS yang kian masif. Dengan parameter GFM yang tepat, sistem tenaga modern, terutama pada kondisi jaringan lemah, dapat beroperasi lebih stabil, andal, dan adaptif terhadap dinamika perubahan beban dan sumber energi terbarukan. Penelitian ini diharapkan menjadi acuan penting dalam pengembangan teknologi inverter generasi berikutnya serta strategi kontrol yang lebih canggih untuk mendukung transisi energi bersih dan berkelanjutan.