Peningkatan penetrasi energi terbarukan dalam dekade terakhir telah memicu
perubahan signifikan dalam lanskap sistem tenaga listrik. Integrasi Photovoltaic-
Battery Energy Storage System (PV-BESS) dalam skala luas menjadi salah satu
pendorong utama, dengan PV sebagai sumber energi terbarukan yang bersih dan
baterai sebagai penyimpanan energi yang fleksibel. Penurunan biaya panel surya,
peningkatan efisiensi baterai, serta dukungan kebijakan berbagai negara telah
mempercepat adopsi PV-BESS. Namun, dominasi inverter sebagai antarmuka
penghubung PV-BESS dengan jaringan menimbulkan tantangan baru, terutama
terkait stabilitas sinyal kecil (small-signal stability). Tidak seperti generator sinkron
konvensional yang memiliki inertia alami tinggi, inverter tidak memiliki inertia
inheren, menjadikan sistem lebih rentan terhadap gangguan kecil dan dinamika
kompleks yang sulit diprediksi.
Dalam konteks ini, Grid Forming Inverter (GFM) menjadi komponen kunci yang
menjanjikan solusi potensial. GFM mampu membentuk tegangan dan frekuensi
secara independen, meniru perilaku generator sinkron, dan dengan demikian dapat
memberikan inertia virtual serta meningkatkan stabilitas sistem. Namun,
pemahaman komprehensif mengenai pengaruh parameter-parameter utama GFM—
seperti inertia, damping, dan frekuensi droop—terhadap stabilitas sinyal kecil
masih terbatas. Tantangan ini semakin kompleks ketika sistem beroperasi pada
berbagai set point operasi yang mencerminkan kondisi beban dan pembangkitan
yang dinamis, serta saat informasi internal inverter tidak tersedia (black box). Selain
itu, kondisi jaringan yang lemah (weak grid), di mana impedansi jaringan relatif
tinggi dan margin stabilitas rendah, menambah lapisan kesulitan dalam memastikan
kestabilan sistem.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh GFM terhadap stabilitas
sinyal kecil pada sistem yang didominasi inverter melalui metode berbasis
impedansi. Tiga set point operasi dipilih untuk mencerminkan variasi kondisi kerja
sistem PV-BESS: (1) P=0 pu, Q=max pu, yang menekankan pada suplai daya
reaktif maksimum; (2) P=max pu, Q=0 pu, yang menggambarkan suplai daya aktif
penuh; serta (3) P=0,5max pu, Q=0,5max pu, yang merepresentasikan kondisi
moderat dengan kombinasi daya aktif dan reaktif dalam proporsi seimbang.
ii
Pemilihan set point ini dimaksudkan agar hasil penelitian dapat memberikan
gambaran menyeluruh tentang perilaku stabilitas sinyal kecil pada berbagai
skenario operasi baik situasi ideal maupun realistris yang kompleks bahkan
ekstrem, sehingga bisa mewakili semua kondisi.
Untuk mengatasi keterbatasan informasi internal inverter, penelitian ini
menerapkan metode berbasis impedansi dengan pendekatan admittance scan
menggunakan Pseudorandom Binary Sequence (PRBS). Metode ini tidak
memerlukan detail internal inverter, sehingga cocok untuk perangkat inverter
komersial yang sering kali bersifat black box. Sinyal PRBS disuntikkan ke dalam
sistem untuk memicu respons pada berbagai frekuensi, dan melalui PV GFM
Admittance Scan, karakteristik impedansi sistem dapat diidentifikasi secara
eksternal. Pendekatan ini efisien dan fleksibel, memungkinkan penilaian respons
frekuensi tanpa perlu membongkar kerumitan model internal inverter.
Analisis stabilitas sinyal kecil dilakukan dalam domain frekuensi. Bode plot
digunakan untuk melihat respons magnitudo dan fase sistem terhadap frekuensi,
sehingga margin stabilitas, frekuensi kritis, serta sensitivitas sistem terhadap
perubahan parameter dapat dievaluasi. Nyquist plot memberikan pandangan
komprehensif terhadap stabilitas loop tertutup, memungkinkan deteksi potensi
ketidakstabilan melalui interaksi magnitudo-fase yang divisualisasikan dalam
bidang kompleks. Kedua teknik ini saling melengkapi: Bode plot memudahkan
interpretasi margin gain dan fase, sedangkan Nyquist plot menyoroti apakah
lintasan respon frekuensi mengarah ke titik kritis (-1,0) yang mengindikasikan
ketidakstabilan.
Pengaruh parameter sistem terhadap stabilitas pada grid forming inverter untuk tiga
set poin (P=1, Q=0; P=0, Q=1; P=0.5, Q=0.5) dianalisis menggunakan metode
berbasis Bode plot dan kriteria Nyquist. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan
nilai inersia (H) dan damping (D) secara umum meningkatkan margin stabilitas,
seperti phase margin dan gain margin, sementara frekuensi crossover gain tetap
stabil pada nilai tertentu. Sebaliknya, nilai droop frequency (FD) yang terlalu
rendah cenderung menurunkan margin stabilitas meskipun meningkatkan frekuensi
crossover. Nilai optimal H, D, dan FD diperlukan untuk menjaga kestabilan sistem,
ditandai dengan phase margin di atas 45° dan gain margin mendekati 0 dB.
Penelitian ini memberikan panduan untuk desain parameter optimal pada sistem
yang didominasi inverter guna memastikan stabilitas operasional pada berbagai
kondisi beban.
Dibandingkan metode tradisional, penggunaan admittance scan berbasis PRBS
memungkinkan identifikasi respons frekuensi yang lebih luas dan efisien, tanpa
memerlukan akses ke detail internal inverter. Pendekatan ini relevan bagi operator
jaringan dan perancang sistem yang ingin memahami stabilitas sistem tanpa harus
merancang model inverter khusus. Kebaruan penelitian terletak pada penerapan
metode impedansi untuk mengevaluasi stabilitas sinyal kecil dalam skenario
operasi yang beragam.
iii
Kontribusi penelitian ini mencakup panduan praktis untuk memilih parameter GFM
yang optimal dalam mendukung stabilitas sistem tenaga berbasis inverter. Hasilnya
diharapkan dapat dimanfaatkan oleh perancang sistem, operator jaringan, serta
peneliti lainnya dalam menghadapi tantangan integrasi PV-BESS yang kian masif.
Dengan parameter GFM yang tepat, sistem tenaga modern, terutama pada kondisi
jaringan lemah, dapat beroperasi lebih stabil, andal, dan adaptif terhadap dinamika
perubahan beban dan sumber energi terbarukan. Penelitian ini diharapkan menjadi
acuan penting dalam pengembangan teknologi inverter generasi berikutnya serta
strategi kontrol yang lebih canggih untuk mendukung transisi energi bersih dan
berkelanjutan.