digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia telah mengalami kemajuan dalam membangun ketahanan pangan. Namun, beberapa tantangan jangka panjang masih ada. Indonesia masih mengalami kesulitan mewujudkan ketahanan pangan karena beberapa faktor, seperti pertumbuhan produksi pangan yang lambat, kehilangan dan pemborosan pangan yang masih tinggi, volatilitas harga, akses terbatas terhadap pangan bergizi karena kemiskinan dan harga yang tinggi, serta kekhawatiran tentang kesejahteraan dan keberlanjutan petani. Kompleksitas ketahanan pangan telah berkembang karena interkoneksi multifaset di antara berbagai aktor dan faktor, sehingga dikategorikan sebagai masalah yang pelik, artinya masalah yang tidak terstruktur, sulit didefinisikan, multiperspektif, dinamis, dan terus berkembang. Selama ini, ketahanan pangan telah berkembang secara dominan dengan pendekatan sistem keras. Pendekatan ini telah berhasil meningkatkan produksi, tetapi ketika dihadapkan pada masalah sosial, ekonomi, dan politik, pendekatan sistem keras memiliki keterbatasan, sehingga diperlukan pemikiran tingkat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi masalah strategis sistem pangan menggunakan pemikiran sistem dan strategi formal untuk mengusulkan penciptaan nilai bersama di antara para pemangku kepentingan untuk mencapai ketahanan pangan berkelanjutan di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari teori pemikiran sistem dan ilmu layanan. Penelitian diawali dengan penyelidikan untuk memahami kompleksitas sistem pangan secara menyeluruh dengan mensintesis gambaran besar, menganalisis akar permasalahan, dan menyelidiki kondisi ideal ketahanan pangan berkelanjutan. Isu-isu utama yang diajukan didiskusikan dengan para pemangku kepentingan dengan menggunakan wawancara mendalam. Selama wawancara mendalam, penulis ingin memperoleh persepsi pemangku kepentingan tentang peran mereka, interaksi dengan pemangku kepentingan lain, dan harapan/tujuan untuk mendorong kondisi ideal sistem pangan saat ini (bertujuan). Selanjutnya, proses dilanjutkan dengan pemetaan pemangku kepentingan dengan pendekatan ilmu layanan untuk menghasilkan peran dan interaksi pemangku kepentingan serta identifikasi nilai. Dengan bantuan analisis jaringan sosial dan dinamika sistem, proses ini menghasilkan peran alternatif dalam setiap tahap pengembangan ketahanan pangan. Selain itu, analisis menyoroti peran masing-masing pemangku kepentingan dengan mempertimbangkan setiap klaster tempat mereka terlibat. Penelitian ini mengelola kompleksitas ketahanan pangan menggunakan System of Systems Methodology (SOSM) untuk membantu para pengambil keputusan dalam memilih pendekatan sistem yang relevan dengan isu tersebut. Dengan menggunakan SOSM, semua isu yang dibahas disajikan dan dikategorikan ke dalam jenis kompleksitas tertentu dengan mempertimbangkan sifat strukturnya dan hubungan pemangku kepentingan. Di Indonesia, kebijakan keamanan pangan dikelola oleh beberapa kementerian dan lembaga, yang masing-masing memiliki tujuan yang berbeda. Kebijakan ini menghambat integrasi dalam perencanaan dan implementasi karena budaya kerja yang egosektoral dan peran kelembagaan yang tumpang tindih, yang juga menyebabkan inefisiensi sumber daya. Jika tantangan ini dapat dihilangkan, pemerintah dapat mencapai tujuan penciptaan nilai bersama ketahanan pangan di Indonesia. Penciptaan nilai bersama mengacu pada penciptaan rantai pasokan pangan yang efisien dan berkelanjutan, menjaga keadilan dan stabilitas harga, memastikan kecukupan pola makan dan keseimbangan gizi, mengintegrasikan data nasional, dan dukungan kelembagaan Penelitian ini juga menunjukkan bahwa orkestrator harus secara aktif melibatkan setiap pemangku kepentingan dalam perumusan, implementasi, dan pemantauan kebijakan. Analisis menggunakan platform penciptaan nilai bersama mengungkapkan perlunya peran tambahan, yaitu sub-orkestrator, untuk menangani tugas-tugas dalam setiap dimensi ketahanan pangan, guna memastikan tercapainya tujuan. Selain itu, kami memperkenalkan peran baru dalam ketahanan pangan: regulator, operator, dominator, niche player, dan enabler, dan mengidentifikasi Bapanas sebagai orkestrator utama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Badan Ketahanan Pangan Daerah & Lokal sebagai sub-orkestrator untuk menjangkau semua pemangku kepentingan dalam ekosistem layanan. Proses ini mengarah pada penegasan model untuk membangun diagram loop kausal menggunakan simulasi dinamika sistem. Menurut skenario Business-asUsual, hasilnya menunjukkan skor penciptaan bersama nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan baseline, sedangkan strategi prioritas pemberdayaan dapat mencapai skor tertinggi, diikuti oleh strategi yang berfokus pada strategi tinggi dan menengah. Namun demikian, jika orkestrator hanya memprioritaskan keterlibatan dan kurasi dengan penekanan minimal pada pemberdayaan, itu akan menghasilkan skor yang lebih rendah dibandingkan dengan BaU Sebagai kesimpulan, Bapanas sebagai orkestrator utama, mengoordinasikan berbagai pemangku kepentingan dari kementerian hingga tingkat daerah. Untuk meningkatkan koordinasi ini, peningkatan status Bapanas dari lembaga setingkat kementerian menjadi Kementerian Koordinator akan memungkinkan kolaborasi lintas sektoral dan multikementerian yang lebih efektif, yang penting untuk memprioritaskan ketahanan pangan di Indonesia.