Film Tarung Sarung adalah film yang mengangkat kekayaan budaya Bugis di
Makassar, Indonesia. Film ini menggambarkan maskulinitas pria Bugis melalui
karakter dan ornamen yang menonjolkan atribut keberanian, kekuatan, dan
kehormatan. Tokoh utama dalam film ini digambarkan sebagai pemuda biasa dari
kota yang berkembang seiring cerita menjadi seorang pejuang yang terampil dalam
seni bela diri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis simbol maskulinitas pada
ornamen budaya Bugis dalam film Tarung Sarung dan mengetahui makna dari
simbol-simbol maskulinitas yang direpresentasikan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode analisis semiotika Charles Sanders
Peirce serta analisis teks visual berdasarkan sinematografi pada film. Metode ini
dipilih karena mampu mengungkap makna mendalam dan hubungan tanda dalam
elemen visual serta sinematografi film, yang relevan untuk menganalisis
simbolisme dan pesan yang ingin disampaikan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa elemen budaya seperti sarung Lipa Sabbe melambangkan identitas dan
kehormatan, Passapu menegaskan status sosial dan otoritas, sementara Badik
menjadi simbol keberanian dan kekuatan. Warna merah dan kuning dalam elemenelemen ini mempertegas nilai maskulinitas hegemonik, seperti keberanian dan
kemuliaan, dalam konteks budaya Bugis. Selain itu, tradisi Sigajang Laleng Lipa,
yang ditampilkan dalam film, menekankan pentingnya mempertahankan harga diri
dan martabat melalui simbol-simbol budaya. Film Tarung Sarung menampilkan
bagaimana tradisi dan nilai-nilai maskulinitas Bugis berperan dalam membangun
identitas kultural. Simbol-simbol yang ditampilkan tidak hanya menjadi
representasi visual tetapi juga menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga
keseimbangan antara modernitas dan tradisi dalam budaya Bugis. Penelitian ini
memperkuat pemahaman tentang maskulinitas sebagai bagian integral dari relasi
sosial dan nilai-nilai budaya lokal.