digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Agung Pranawa Maheswara
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 1 Agung Pranawa Maheswara
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 2 Agung Pranawa Maheswara
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 3 Agung Pranawa Maheswara
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 4 Agung Pranawa Maheswara
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 5 Agung Pranawa Maheswara
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 6 Agung Pranawa Maheswara
PUBLIC Yoninur Almira

PUSTAKA Agung Pranawa Maheswara
PUBLIC Yoninur Almira

LAMPIRAN Agung Pranawa Maheswara
PUBLIC Yoninur Almira

Kajian ini bertujuan untuk merumuskan dampak gentrifikasi pariwisata terhadap pola permukiman Bali, apakah gentrifikasi pariwisata ini telah terjadi di Kelurahan Ubud dan bagaimana dampak yang dihasilkan terhadap pola permukiman Bali pada wilayah tersebut. Kelurahan Ubud sendiri memiliki cerminan pola permukiman Bali yang masih kental dan kuat diantara kawasan permukiman lainnya yang terdapat di Bali. Sebagai salah satu tujuan wisata internasional terkemuka, Bali telah mengalami peningkatan pesat dalam pembangunan fasilitas pariwisata, yang berimbas langsung pada kehidupan masyarakat lokal. Gentrifikasi pariwisata merupakan fenomena pendatang atau investor yang terkait dengan industri pariwisata menyebabkan perubahan signifikan dalam struktur sosial, ekonomi, dan spasial pada suatu wilayah. Pola permukiman Bali memiliki konsep kriteria tersendiri dalam penerapan bangunan, eksternal bangunan, maupun bentuk kawasan yang didasari melalui konsep Tri Hita Karana. Konsep Tri Hita Karana ini berfungsi sebagai penyelaras antara alam semesta, lingkungan, dan manusia. Dalam eksternal bangunan dan bentuk kawasan di Bali memiliki konsep Tri Mandala dan Sanga Mandala diterapkan sebagai prinsip dasar dalam perencanaan tata ruang. Tri Mandala membagi ruang menjadi tiga zona utama: zona suci (Utama Mandala), zona tengah (Madya Mandala), dan zona luar (Nista Mandala), yang masing-masing memiliki fungsi dan simbolisme tertentu. Sementara itu, Sanga Mandala mengacu pada pembagian ruang dalam sembilan bagian yang mengikuti arah mata angin, dengan pusat sebagai area paling sakral. Konsep-konsep ini diterapkan dalam eksternal bangunan untuk menciptakan harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas, mencerminkan filosofi keseimbangan yang khas dalam budaya Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan mix-methods, yang menggabungkan analisis deskriptif kualitatif dan statistik deskriptif. Data primer dan sekunder diperoleh melalui observasi lapangan maupun wawancara dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini menganalisis gentrifikasi pariwisata dengan berbagai variabel, seperti tingkat migrasi, perubahan fungsi kawasan, kepemilikan dan harga lahan, pola konsumsi, struktur pekerjaan, kondisi psikologis masyarakat, investasi,ii dan fasilitas. Selain itu, pola permukiman Bali dibagi menjadi tiga variabel: bangunan, eksternal bangunan (dalam kavling tanah), dan bentuk kawasan. Metode analisis theoritical descriptive digunakan untuk mencapai sasaran pertama, yaitu mengidentifikasi kriteria gentrifikasi pariwisata dan pola permukiman Bali. Teknik statistik deskriptif dan empirical descriptive digunakan untuk mencapai sasaran kedua, yakni mengidentifikasi karakteristik gentrifikasi pariwisata dan pola permukiman Bali di kawasan studi. Pada tahap berikutnya, kondisi ideal yang diidentifikasi dibandingkan dengan kondisi aktual di lapangan menggunakan analisis gap, untuk mengungkap perubahan pola permukiman Bali akibat gentrifikasi pariwisata. Temuan dari analisis ini kemudian digunakan dalam sasaran keempat, yaitu merumuskan dampak gentrifikasi pariwisata terhadap pola permukiman Bali melalui teknik triangulasi, dengan membandingkan data valid dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gentrifikasi pariwisata terjadi di Kelurahan Ubud, terbukti dari beberapa indikator gentrifikasi yang terpenuhi. Namun, terdapat perbedaan dari gentrifikasi pariwisata pada umumnya, dalam kasus ini tidak terjadi migrasi keluar oleh masyarakat lokal karena budaya dan adat istiadat yang masih kuat di kawasan tersebut. Gentrifikasi pariwisata memengaruhi pola permukiman Bali, dengan perubahan signifikan pada bangunan, eksternal bangunan, dan bentuk kawasan yang pada akhirnya mengurangi identitas lokal setempat.