digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Muhammad Khidhir Daffa Zufar
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 1 Muhammad Khidhir Daffa Zufar
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 2 Muhammad Khidhir Daffa Zufar
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 3 Muhammad Khidhir Daffa Zufar
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 4 Muhammad Khidhir Daffa Zufar
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 5 Muhammad Khidhir Daffa Zufar
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 6 Muhammad Khidhir Daffa Zufar
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

PUSTAKA Muhammad Khidhir Daffa Zufar
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

LAMPIRAN Muhammad Khidhir Daffa Zufar
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

Kota-kota di seluruh dunia telah kehilangan jati dirinya, tidak terkecuali Kota Lubuklinggau. Masyarakat menjadi malas melakukan rutinitas suntuk membosankan setiap hari tanpa jeda, mereka hanya berputar-putar pada tempat tinggal dan tempat bekerja hingga harus memikirkan kemana harus pergi membawa beban pikiran setelah menjalani keseharian di kota tempat mereka hidup, tidak ada pilihan ketiga. Kawasan cantik berpotensial tidak dimanfaatkan, lahan kosong dibangun ruko, tempat berkumpul yang sedikit menyegarkan pikiran tidak diatur untuk menguntungkan masyarakat dengan bayaran di depan, di akhir, dan dimana-mana, penataan tidak diatur hingga ke-semrawut-an bertebaran pada tiap sudut. Di perkotaan negara maju, manusia disediakan ruang untuk meningkatkan kualitas hidup, tidak berbayar, tidak bersekat, tidak bertembok, menjadi tempat yang nyaman hingga mampu meningkatkan gairah mereka untuk menjalani rutinitas keseharian. Masyarakat bisa berkumpul tanpa harus memikirkan latar belakang, -semua orang setara-, pada ruang tersebut mereka bisa melepaskan semua ‘kebohongan kepribadian’, membicarakan pandangan politik dan percintaan, berbicara mengenai apapun yang mereka mau di dalam norma masyarakat, semua dilakukan karena mereka berhak dan layak mendapatkan ruang yang mereka butuhkan, itulah yang disebut dengan ruang publik, ruang ketiga. Kota Lubuklinggau memiliki sebuah stasiun kereta api yang juga memiliki sejarah besar dalam menyambungkan peradaban perkotaan di Indonesia, namun kini keberadaan stasiun tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, mungkin karena pemerintah hingga masyarakat yang tidak menyadari seberapa berharganya 'Batu Pualam’ yang mereka punya, yang terkubur jauh di dalamnya. Pendekatan Placemaking dengan atribut Accessible and Linkages, Comfort and Image, Uses and Activities, dan Sociability dinilai cocok untuk diadaptasi dalam upaya menyusun rencana ruang publik yang bersejarah di Kota Lubuklinggau. Penelitian ini akan membahas secara general salah satu upaya bagaimana mengembalikan citra kawasan, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam produk berbentuk rencana perancangan kawasan stasiun Kota Lubuklinggau menjadi ruang publik kota yang sesuai.