digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh tambang bawah tanah adalah kondisi termal yang tidak optimal di permuka kerja. Masalah termal ini disebabkan oleh pengaruh sumber panas buatan seperti peralatan dan pekerja, maupun alami yaitu auto-compression, temperatur udara di permukaan, serta panas dari strata batuan. Tambang bawah tanah di Indonesia, meskipun rata-rata termasuk ke dalam kategori dangkal namun karena dilewati garis khatulistiwa mengakibatkan temperatur udara rata-rata sebesar 27°C yang artinya cukup tinggi sebelum adanya pengaruh sumber panas. Pengendalian panas pada tambang bawah tanah dangkal dapat dilakukan dengan peningkatan debit udara dengan pemilihan kipas, mencegah resirkulasi, dan meningkatkan jaringan ventilasi secara keseluruhan. Namun, hal yang menjadi perhatian dalam optimasi kondisi termal pada sistem ventilasi tambang bawah tanah berdasarkan kuantitas adalah tingkat konsumsi energi. Sistem ventilasi tambang bawah tanah dapat mengkonsumsi 40 – 50% dari total energi yang disuplai ke dalam tambang. Fakta tersebut menjadi tantangan untuk para ahli dan peneliti agar suplai energi untuk sistem ventilasi dapat digunakan seefisien mungkin. Pada studi ini terdapat dua kriteria utama yang menjadi pertimbangan dalam mendesain sistem ventilasi keseluruhan dan lokal, yaitu aspek pemenuhan kebutuhan udara (aspek safety) dan penghematan daya fan (aspek ekonomi). Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis numerik dimana untuk analisis ventilasi keseluruhan menggunakan Ventsim 6.0 dan ventilasi lokal dengan computational fluid dynamic. Sistem yang dianalisis adalah sistem ventilasi tambang emas bawah tanah Area C PT XYZ. Hasil simulasi ventilasi keseluruhan menunjukkan hasil kondisi termal yang optimal dengan penggunaan daya kipas utama 110 kW dengan nilai WBGT pada kondisi panas terekstrem berkisar antara 27,6°C sampai 30,4°C atau temperatur efektif sebesar 26,7°C hingga 30,6°C. Kajian ventilasi lokal memberikan rekomendasi rasio debit pada ramp dan front kerja sebesar 1,4:1 untuk mengantisipasi kenaikan panas akibat resirkulasi. Kemudian, dengan pertimbangan antisipasi resirkulasi udara diperoleh desain optimasi pada kondisi panas aktivitas lainnya mencapai penghematan sebesar 41,94 % untuk kegiatan surveying sedangkan kegiatan lain seperti drilling, charging, scaling, dan/atau supporting sebesar 33,73%.