digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2007 TA PP MIRANTI TRIANA ZULKIFLI 1-COVER.pdf


2007 TA PP MIRANTI TRIANA ZULKIFLI 1-BAB1.pdf

2007 TA PP MIRANTI TRIANA ZULKIFLI 1-BAB2.pdf

2007 TA PP MIRANTI TRIANA ZULKIFLI 1-BAB3.pdf

2007 TA PP MIRANTI TRIANA ZULKIFLI 1-BAB4.pdf

2007 TA PP MIRANTI TRIANA ZULKIFLI 1-BAB5.pdf

2007 TA PP MIRANTI TRIANA ZULKIFLI 1-PUSTAKA.pdf

Abstrak: Pada tahun 2006, 79.3persen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kota Bandung tidak memiliki kemampuan menjangkau transportasi perkotaan. Angka ini didapatkan melalui perhitungan index affordability yaitu persentase pengeluaran transportasi terhadap pendapatan rumah tangga MBR perbulan. Dengan menggunakan standar yang dikeluarkan oleh World Bank untuk negara berkembang, rumah tangga MBR memiliki kemampuan menjangkau transportasi perkotaan jika index affordability rumah tangga tersebut 6persen. Sebaliknya, jika index affordability rumah tangga tersebut 6persen, maka rumah tangga tersebut tidak memiliki kemampuan menjangkau transportasi perkotaan. Dengan menggunakan metode yang sama, peneliti memeriksa kembali index affordability MBR di Kota Bandung tahun 2007. Berdasarkan hasil perhitungan, 76.8persen MBR di Kota Bandung memiliki index affordability diatas 6persen. Angka ini menunjukkan bahwa persentase MBR di Kota Bandung yang tidak memiliki kemampuan menjangkau transportasi perkotaan tetap tinggi. Ketidakmampuan MBR menjangkau transportasi perkotaan menghambat akses mereka menuju lokasi aktivitasnya yaitu tempat kerja, tempat pelayanan pendidikan dan tempat pelayanan kesehatan. Tiga tempat tersebut merupakan tempat berlangsungnya aktivitas bekerja, bersekolah dan menjaga kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup MBR. Dengan demikian, ketidakmampuan MBR tersebut mempengaruhi usaha peningkatan kualitas hidupnya. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa MBR akan menggeser tempat tinggalnya mendekati lokasi tempat kerja, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan. Asumsi yang digunakan adalah di tempat tinggal yang baru, MBR memiliki peluang untuk memperoleh income yang lebih tinggi dengan biaya transportasi yang lebih rendah dibandingkan dengan tempat tinggal yang lama. Alternatif lainnya, MBR akan mencari tempat kerja, pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berada dekat dengan tempat tinggalnya sedemikian rupa sehingga MBR tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi. Penelitian ini dilakukan dengan survey research melalui penyebaran kuesioner kepada 150 responden yang dipilih secara proporsional simple random sampling. Setelah dilakukan pengumpulan data primer, didapatkan hasil bahwa MBR di Kota Bandung tidak melakukan pergeseran tempat tinggal mendekati lokasi aktivitasnya. Selain itu, MBR di Kota Bandung tidak bisa menggeser aktivitasnya ke lokasi yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya karena tidak terdapat peluang kerja, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibuka dekat tempat tinggal MBR. Hasil ini menunjukkan bahwa MBR di Kota Bandung tetap tidak bisa menjangkau transportasi perkotaan. Akibatnya, MBR tersebut semakin sulit untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Berdasarkan hasil survey dan analisis, peneliti menemukan bahwa peluang peningkatan kualitas hidup MBR tidak bisa terjadi dari MBR itu sendiri ataupun dari mekanisme pasar yang ada. Selain itu, peneliti menemukan bahwa bagi MBR di Kota Bandung, tempat tinggalnya saat ini memiliki peluang income yang lebih tinggi dibandingkan jika tempat tinggalnya digeser ke dekat lokasi aktivitas. Adanya ikatan emosional keluarga yang kuat pada MBR di Kota Bandung memberikan manfaat finansial yang besar, misalnya dengan berbagi biaya sewa rumah ataupun melakukan pinjaman. Kedekatan dengan keluarga tersebut meningkatkan peluang income masyarakat berpenghasilan rendah di tempat tinggalnya saat ini. Oleh karena itu, walaupun biaya transportasi di tempat tinggal saat ini tidak terjangkau, namun MBR enggan untuk menggeser tempat tinggalnya mendekati lokasi aktivitas. Dari studi ini, peneliti menyimpulkan bahwa pemerintah tidak bisa mengharapkan MBR akan meningkatkan kualitas hidupnya sendiri dengan cara menggeser tempat tinggalnya mendekati lokasi aktivitas. Selain itu, pemerintah juga tidak bisa mengharapkan mekanisme pasar akan membuka peluang kerja, pelayanan pendidikan atau kesehatan di dekat tempat tinggal MBR. Rekomendasi peneliti untuk meningkatkan kualitas hidup MBR adalah perlunya kebijakan intervensi pemerintah untuk membuka peluang kerja, tempat pelayanan pendidikan dan tempat pelayanan kesehatan di dekat tempat tinggal MBR dengan tetap mempertimbangkan pengalokasian sumber daya secara efisien. Untuk meningkatkan daya beli MBR, pemerintah dapat menyediakan lapangan kerja sementara misalnya perbaikan infrastruktur padat karya dekat tempat tinggal MBR. Pemerintah dapat pula menyediakan pelayanan pendidikan dan kesehatan keliling secara teratur. Penyediaan pelayanan keliling ini sangat tepat mengingat bahwa tempat tinggal MBR tersebar tidak dekat dengan lokasi pelayanan pendidikan dan kesehatan yang bersifat permanen dan MBR tidak memiliki kemampuan menjangkau transportasi perkotaan.